Bahkan, tak sedikit yang memakai sistem harga yang sama untuk semua jenis makanan, contohnya dengan harga "serba Rp 10.000".
Jadi, nasi dengan lauk ayam goreng, atau nasi rendang, nasi dendeng, dan sebagainya, semuanya cukup dengan membayar Rp 10.000.
Bisa jadi kalau pelanggan minta nasi dengan lauk tempe tahu, porsi tempe tahunya akan besar, karena harga tahu tempe tidak semahal daging.
Tapi, jika pelanggan pesan nasi dengan lauk daging, maka potongan dagingnya agak kecil, agar dengan tarif Rp 10.000 masih masuk hitung-hitungannya.
Strategi tersebut lumayan ampuh, terbukti cukup banyak rumah makan Padang yang mengikuti sistem ini, terutama warung yang berlokasi di jalan kecil di kawasan padat penduduk.
Menjadi pertanyaan, di tengah kenaikan harga sembako seperti yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini, bagaimana kiat pengusaha warung makan serba Rp 10.000 untuk bertahan?
Apalagi, seperti diketahui, masakan Padang relatif pedas dan tentunya memerlukan banyak cabai dalam pengolahannya.
Di lain pihak, dalam beberapa minggu terakhir ini harga cabai mengalami kenaikan cukup signifikan. Berita tentang hal ini cukup ramai di media massa.
Langkah apa kira-kira yang dilakukan pemilik warung makan dengan harga serba Rp 10.000 untuk menyiasatinya?
Pertama, porsi daging yang sudah kecil barangkali akan diperkecil lagi. Pelanggan yang tidak puas, silakan memesan 2 porsi, tentu dengan harga dua kalinya.
Kedua, cabainya mungkin akan dicampur antara jenis cabai yang selama ini digunakan, disusupi sedikit cabai dengan mutu yang lebih rendah.