Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apa Kaitan Kenaikan Gaji ASN dengan Upah Buruh?

12 Desember 2023   05:57 Diperbarui: 12 Desember 2023   06:05 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketimpangan pendapatan merupakan hal yang sering tak terhindarkan, sehingga boleh dikatakan sudah lumrah terjadi di banyak negara, termasuk di negara yang berpaham komunis.

Padahal, paham komunis terkenal dengan jargon "sama rasa sama rata", dalam arti semua orang mendapat jatah pendapatan dan fasilitas yang sama.

Sedangkan di negara-negara yang berbau kapitalis, setiap individu berhak mengumpulkan kekayaan sepanjang melalui cara yang legal.

Indonesia secara tekstual menyatakan bukan negara kapitalis. Dalam sistem kapitalis murni, peran pemerintah sangat minim, karena segala sesuatu diserahkan pada mekanisme pasar.

Namun, melihat besarnya modal asing yang masuk ke negara kita, sedikit banyaknya pengaruh kapitalisme terasa juga.

Lalu, apakah di Indonesia terjadi fenomena "yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin"? Agar tidak keliru menjawabnya, perlu didalami dari berbagai aspek terlebih dahulu.

Pemerintah Indonesia tentu saja berupaya terus menerus mengurangi kesenjangan pendapatan antar golongan masyarakat.

Berbagai program bantuan sosial, program subsidi harga, batuan pendidikan, dan program lain sejenis itu, diharapkan akan mempersempit kesenjangan sosial di Indonesia.

Tapi, kita tak bisa mengabaikan, di Indonesia memang ada segelintir orang yang superkaya atau crazy rich. Mereka lazimnya berasal dari kalangan pengusaha. 

Namun demikian, tulisan ini tidak membahas soal ketimpangan pendapatan karena ada segelintir pengusaha yang punya harta melimpah ruah.

Ketimpangan yang diangkat di sini lebih difokuskan pada 2 kelompok, yakni kelompok Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kelompok buruh.

Tahun 2024 menjadi tahun yang menggembirakan bagi semua ASN, karena gajinya naik sebesar 8 persen, seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo di Gedung Parlemen, Agustus lalu.

Tak salah pula, melihat kenaikan gaji ASN, para buruh yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja, menuntut kenaikan upah yang juga minimal 8 persen.

Kenyataannya, Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk para pekerja atau buruh hanya naik berkisar dari 1,2 persen sampai 7,5 persen atau Rp 35.750 hingga Rp 223.280 (Kompas, 22/11/2023).

Kenaikan sebesar 7,5 persen adalah di Provinsi Maluku Utara, sedangkan yang hanya 1,2 persen di Gorontalo. Untuk DKI Jakarta naik 3,8 persen.

Adapun di provinsi lainnya, banyak yang naik di kisaran 3 dan 4 persen. Ini tidak berbeda jauh dengan laju inflasi tahunan di Indonesia.

Antara buruh dan ASN memang bukan perbandingan yang apple to apple. Keduanya punya sumber penghasilan yang berbeda, dan bisa saja disebutkan antara keduanya tidak berkaitan sama sekali.

Artinya, kelompok buruh tidak perlu cemburu kepada para ASN. Anggap saja hal ini sudah begitu adanya alias sudah sesuai garis tangan masing-masing.

Sumber gaji ASN berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), sedangkan buruh dari kondisi keuangan masing-masing perusahaan tempat mereka bekerja.

Sumber dana APBN sebagian besar berasal dari pajak yang disetor pengusaha. Ada berbagai jenis pajak yang dibayarkan perusahaan, tapi yang terbesar berupa pajak penghasilan atas laba yang diraihnya.

Bagaimana kalau pengusaha menaikkan upah buruh lebih tinggi? Tentu keuntungan perusahaan akan berkurang yang berujung pada berkurangnya setoran pajak penghasilan perusahaan.

Jika terjadi penurunan penerimaan pajak, buntutnya kemampuan pemerintah menaikkan gaji ASN akan sangat terbatas.

Jelaslah, ternyata ada kaitan antara upah buruh dengan gaji ASN, walaupun kaitannya itu tidak terlalu kentara.

Ini bukan kausalitas, bukan sebab akibat. Tak bisa dikatakan jika ingin upah buruh naik signifikan, maka gaji ASN tidak naik, atau sebaliknya.

Kenaikan upah buruh yang diikuti oleh kenaikan produktivitas, membuat tingkat keuntungan perusahaan tidak berkurang, malah bisa bertambah.

Semoga ASN dan buruh mampu meningkatkan produktivitasnya, sehingga pada akhirnya akan membuat negara kita lebih maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun