Ketimpangan pendapatan merupakan hal yang sering tak terhindarkan, sehingga boleh dikatakan sudah lumrah terjadi di banyak negara, termasuk di negara yang berpaham komunis.
Padahal, paham komunis terkenal dengan jargon "sama rasa sama rata", dalam arti semua orang mendapat jatah pendapatan dan fasilitas yang sama.
Sedangkan di negara-negara yang berbau kapitalis, setiap individu berhak mengumpulkan kekayaan sepanjang melalui cara yang legal.
Indonesia secara tekstual menyatakan bukan negara kapitalis. Dalam sistem kapitalis murni, peran pemerintah sangat minim, karena segala sesuatu diserahkan pada mekanisme pasar.
Namun, melihat besarnya modal asing yang masuk ke negara kita, sedikit banyaknya pengaruh kapitalisme terasa juga.
Lalu, apakah di Indonesia terjadi fenomena "yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin"? Agar tidak keliru menjawabnya, perlu didalami dari berbagai aspek terlebih dahulu.
Pemerintah Indonesia tentu saja berupaya terus menerus mengurangi kesenjangan pendapatan antar golongan masyarakat.
Berbagai program bantuan sosial, program subsidi harga, batuan pendidikan, dan program lain sejenis itu, diharapkan akan mempersempit kesenjangan sosial di Indonesia.
Tapi, kita tak bisa mengabaikan, di Indonesia memang ada segelintir orang yang superkaya atau crazy rich. Mereka lazimnya berasal dari kalangan pengusaha.Â
Namun demikian, tulisan ini tidak membahas soal ketimpangan pendapatan karena ada segelintir pengusaha yang punya harta melimpah ruah.