Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Menyoal Integritas Auditor Negara di Hari Antikorupsi Sedunia

11 Desember 2023   06:35 Diperbarui: 11 Desember 2023   14:30 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa hari terakhir ini, nama Firli Bahuri sangat sering menghiasi media massa. Hal itu terkait dengan ditetapkannya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu sebagai tersangka.

Maka, jabatan Firli pun dicopot alias dinonaktifkan. Adapun kasus yang dihadapinya adalah dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Kasus tersebut ditangani oleh pihak kepolisian, sehingga ada sebagian pengamat yang mengatakan hal ini sebagai perang "buaya versus buaya", bukan lagi "cicak versus buaya".

Artikel ini tidak akan mengelaborasi dugaan kasus pemerasan di atas. Tapi, satu hal yang tak terbantahkan, KPK sedang menghadapi masa sulit untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.

Diakui atau tidak, selama ini personil KPK paling disegani di antara beberapa instansi penegak hukum, karena integritasnya yang tinggi.

Nah, kalau sekarang justru ketuanya sendiri yang diduga bermain api, wajar kalau masyarakat mempertanyakan, apakah integritas KPK sudah merosot.

Berbicara soal integritas, hal ini juga dihadapi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga auditor negara tertinggi dan independen.

Kenapa disebut tertinggi, karena kedudukannya dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Artinya, eksistensinya diamanahkan oleh konstitusi.

Disebut independen, karena Presiden sekalipun tidak bisa mengintervensi. Semua asal usul penerimanaan negara dan juga penggunaannya, menjadi kewenangan BPK untuk memeriksa.

Berbeda dengan instansi audit lainnya, yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang secara struktur di bawah Presiden.

Jadi, BPKP bisa disebut sebagai auditor internal dari pemerintah, sedangkan BPK adalah auditor eksternal. Fungsi BPK sama dengan Kantor Akuntan Publik bagi perusahaan swasta.

Di bawah BPKP masih ada Inspektorat Jenderal di masing-masing kementerian. Inspektorat ini auditor internal bagi suatu kementerian dan BPKP menjadi auditor eksternalnya.

Jelaslah, demikian banyak lapisan pengawasan dalam sistem pemerintahan kita. Seharusnya, kasus-kasus korupsi bisa ditekan secara signifikan.

Belum lagi bila terendus suatu kasus, instansi penegak hukum akan masuk, seperti kepolisian, kejaksaan, KPK, dan sebagainya.

Masalahnya, kenapa korupsi masih marak, salah satunya karena integritas auditor yang belum seperti yang diharapkan. 

Tanpa melihat data statistik pun, kita gampang mengetahui dari pemberitaan media massa, bahwa korupsi masih saja terjadi di berbagai instansi. Tak ada yang steril dari korupsi.

Lebih parah lagi, bila institusi yang sangat dihormati seperti KPK dan BPK malah terlibat dalam pusaran kasus korupsi.

Mungkin karena media massa lebih menghebohkan kasus Firli, ada kasus korupsi yang salah satu tersangkanya salah seorang pimpinan BPK, yang terungkap tapi "kurang dihebohkan".

Achsanul Qosasi (selanjutnya ditulis inisialnya saja, AQ), demikian nama petinggi BPK yang menjadi tersangka tersebut.

Adapun kasusnya terkait dengan proyek pengadaan Base Tranceiver Station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Untuk mengkondisikan Audit BPK, AQ menerima uang sebesar Rp 40 miliar seperti ditulis Detik.com (21/11/2023).

AQ sudah mengembalikan uang sebesar jumlah tersebut di atas, namun pihak kejaksaan menyatakan bahwa proses hukumnya tetap berlanjut. 

Kembali ke sistem pengawasan keuangan negara yang sudah dibuat berlapis, akan menjadi sia-sia bila integritas auditor masih rendah.

Achsanul Qosasi, anggota BPK yang menjadi tersangka kasus korupsi | dok. Tribunnews.com/Ashri Fadilla
Achsanul Qosasi, anggota BPK yang menjadi tersangka kasus korupsi | dok. Tribunnews.com/Ashri Fadilla

Bagaimana cara meningkatkan integritas tersebut? Memberikan gaji resmi yang besar adalah salah satu solusi, tapi ini bukan jaminan.

Integritas dapat diartikan secara ringkas sebagai kualitas moral seseorang, yang dapat terlihat dari konsistensi apa yang dikatakannya sesuai dengan perbuatan atau tingkah lakunya.

Jadi, jika auditor yang fasih berbicara tentang haramnya perbuatan korupsi, tapi ia sendiri malah melakukannya, jelas-jelas ia tidak punya integritas.

Agar ke depan integritas para auditor di instansi mana pun bisa ditingkatkan, beberapa saran berikut ini perlu mendapat perhatian.

Pertama, mulai dari rekrutmen tenaga auditor, kompetensi integritas harus diberi bobot yang besar saat diseleksi. Keahlian teknis auditor memang penting, tapi integritas lebih penting lagi.

Bobot yang besar untuk kompetensi integritas tersebut berlaku terus menerus, termasuk saat dilakukan penilaian kinerja untuk pengembangan karier auditor. 

Semua itu menuntut teladan dari atasan, dalam arti unsur pimpinan auditor tersebut betul-betul mereka yang telah teruji integritasnya.

Kedua, pembinaan spiritual para auditor perlu dilakukan secara konsisten, sesuai dengan agama masing-masing. Jika keimanan kuat, logikanya tak tergoda untuk korupsi.

Ketiga, instansi yang diaudit jangan memancing mencari jalan pintas. Temuan audit bukan untuk disembunyikan, dan bukan untuk ditukar dengan gratifikasi. 

Justru, instansi yang diaudit seharusnya berterima kasih atas temuan audit, karena akan menjadi panduan untuk langkah perbaikan ke depan.

Keempat, pers, lembaga swadaya pemantau korupsi, dan masyarakat luas, harus mendukung pemberantasan korupsi dengan aktif memberitakan atau melaporkan jika mengetahui adanya kasus.

Kebetulan, setiap tanggal 9 Desember diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia. Ya, ini peringatan yang bersifat internasional karena ditetapkan oleh PBB sejak tahun 2003.

Maka, dalam memperingati hari antikorupsi, relevan untuk mengingatkan para auditor. Memerangi korupsi harus dengan "sapu yang bersih". Bila auditornya saja sudah korupsi, ini pertanda berbahaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun