Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Toleransi Aksi Bully, Ada yang Berujung Amputasi

15 November 2023   06:48 Diperbarui: 15 November 2023   07:07 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Candaan anak-anak tak bisa dianggap enteng atau tak bisa ditoleransi begitu saja. Jika candaan itu dilakukan berulang-ulang dan menyakiti hati orang lain, bisa berbahaya.

Hal itu sudah bisa disebut sebagai bullying atau perundungan, yakni perkataan atau tindakan yang membuat orang lain sakit hati dan tidak nyaman.

Sebetulnya, berbicara perundungan, sudah sejak jadul terjadi. Biasanya anak-anak yang secara fisik terlihat berbeda dari rata-rata anak lain, akan menjadi objek.

Misalnya, anak yang terlalu pendek, terlalu tinggi, terlalu kurus, terlalu gemuk, berkulit lebih gelap, atau punya kelainan di beberapa bagian tubuh, sering diolok-olok temannya.

Kesadaran orang tua jadul terhadap anaknya yang dirundung sudah terlihat bila mereka mengetahui anaknya enggan bergaul dengan teman-temannya.

Tapi, secara umum ketika itu topik perundungan belum mendapat perhatian besar dari masyarakat, antara lain karena candaan anak-anak dianggap hal yang lumrah.

Namun, di era maraknya media sosial sekarang ini, jelas kondisinya menjadi sangat berbeda.

Aksi perundungan yang brutal malah dijadikan konten dan kalau viral seolah-olah menjadi kebanggaan. Ironisnya, aksi tersebut cepat menular dan dilakukan dengan berbagai modus oleh kelompok lain.

Sepertinya, ada semacam kepuasan bagi mereka yang melakukan perundungan, tanpa peduli dampak tekanan batin yang dirasakan sangat berat oleh anak yang dirundung.

Untunglah, perhatian masyarakat secara umum untuk mencegah perundungan terlihat meningkat.

Sosialisasi tentang bahaya perundungan pun telah dilakukan berbagai pihak, baik pemerintah maupun dari kalangan masyarakat sendiri.

Pemerintah punya kementerian khusus yang menangani perlindungan anak, yakni di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Terhadap kasus yang terungkap, juga mulai ada kelompok yang membantu korban perundungan untuk melaporkan ke pihak yang berwenang.

Pendampingan oleh ahlinya pun mulai berjalan, seperti dari psikolog dan pemuka agama, agar korban perundungan bisa cepat memulihkan diri dari trauma.

Namun demikian, kasus perundungan masih saja bermunculan dengan berbagai modus dan akibatnya.

Kasus terbaru menimpa seorang murid sekolah dasar berinisial F (usia 12 tahun) di Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat.

Menurut penuturan ibu korban, ia baru tahu kalau anaknya dirundung teman-temannya pada Februari 2023, ketika anaknya duduk di bangku kelas 6 SD.

Ketika itu si ibu melihat anaknya yang meringis menahan sakit di bagian kaki. Korban pada awalnya tak mau bercerita dan terlihat ketakutan saat ibunya bertanya kenapa kakinya sakit.

Setelah didesak, F mengatakan bahwa ia di-bully saat akan jajan di kantin sekolahnya. Salah seorang temannya sengaja menyelengkat kaki korban hingga terjatuh cukup kencang (liputan6.com, 1/11/2023).

Korban yang terluka di bagian kaki dan tangannya tidak dibantu oleh teman-temannya, malah diolok-olok. F diancam untuk tidak menceritakan kejadian itu kepada siapapun.

Awalnya F mengira kakinya akan sembuh dengan sendirinya. Ternyata, kondisinya makin lama makin parah.

Karena khawatir, orang tua F membawa anaknya ke rumah sakit dan mendapat diagnosis mengalami infeksi di bagian dalam, dan harus dioperasi.

Keluarga berusaha mencari second opinion dengan mendatangi 2 rumah sakit lain, sebelum akhirnya dirujuk ke RS Dharmais.

F dinyatakan menderita kanker tulang yang aktif dan dokter menyarankan kaki kiri F diamputasi lantaran infeksi yang sudah sangat parah.

Ironisnya, ketika ibu korban mengadu ke pihak sekolah untuk dipertemukan dengan orang tua kelima siswa yang merundung anaknya, pihak sekolah tidak merespon secara baik.

Menurut pihak sekolah, hal itu hanya candaan biasa saja. Makanya, orang tua F sekarang menuntut keadilan yang dibantu oleh kuasa hukumnya, Mila Ayu.

Kita berharap, semua pihak yang terkait memberi perhatian besar terhadap aksi perundungan dan tidak menganggap sebagai candaan anak-anak.

Semoga kasus F mendapat penyelesaian yang semestinya yang memenuhi rasa keadilan, dan tidak terjadi lagi perundungan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun