Lagipula, suku bunga di pasar global masih cenderung tinggi. Bahkan, obligasi pemerintah AS berjangka waktu 10 tahun, meningkat menjadi 4,8 persen.
Jika suku bunga di AS meningkat, investor asing yang selama ini membeli obligasi pemerintah Indonesia dan juga membeli saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), cenderung untuk menjualnya.
Makanya, jangan heran kalau sejumlah saham unggulan di BEI harganya cenderung turun, karena aksi jual investor asing. Mereka menjual, antara lain agar bisa membeli obligasi pemerintah AS.
Perlu diketahui, suku bunga acuan BI tersebut, sesuai dengan namanya, menjadi acuan bagi bank-bank di negara kita dalam menetapkan suku bunga.
Berbicara mengenai suku bunga bank, artinya berbicara atas 2 kelompok kepentingan yang saling bertolak belakang.Â
Jadi, kenaikan suku bunga akan membawa konsekuensi adanya kelompok yang beruntung, dan juga ada kelompok yang dirugikan alias buntung.
Nasabah bank yang menyimpan dana dalam bentuk deposito menjadi salah satu pihak yang beruntung, karena imbal hasil yang diterimanya akan meningkat.
Mereka yang membeli Surat Berharga Negara (SBN) seperti Obligasi RI, Sukuk, dan sebagainya juga menjadi bagian kelompok yang beruntung.
Ada SBN yang bunganya fixed (tetap), tapi ada yang floating (bunganya naik bila suku bunga acuan BI naik). Jelas, pemegang SBN yang floating diuntungkan.
Bulan November 2023 ini, pemerintah berencana akan menerbitkan SBN lagi, yang terakhir untuk tahun 2023. Diperkirakan suku bunganya akan lebih tinggi dari SBN yang terbit sebelumnya.
Intinya, mereka yang kelebihan dana akan menyambut gembira kenaikan suku bunga acuan BI tersebut di atas.