Berbicara di depan publik, bagi yang belum terbiasa, bukanlah hal yang gampang. Apalagi jika dalam situasi mendadak, tiba-tiba "ditodong" untuk menyampaikan kata sambutan.Â
Istilahnya memang hanya "menyampaikan sepatah-dua patah kata". Tapi, itu bisa membikin seseorang sakit perut, muka pucat dan keringat dingin keluar.
Bahkan, kalaupun seseorang tidak diminta secara mendadak, dan cukup waktu untuk membuat catatan yang nantinya akan disampaikan, tetap saja bisa membuat gugup.
Kalau saat akan menyampaikan kata sambutan mulai dihinggapi rasa gugup, alamat catatan yang telah disiapkan bisa jadi perkara lain.
Soalnya, saat memegang kertas catatan, akan kelihatan kertasnya bergetar. Getaran tersebut berawal dari jantung yang berdebar-debar yang berpengaruh pada tangan yang gemetar.
Tentu, bagi orang tertentu yang sudah sering tampil di depan publik dan memang punya bakat dalam bidang public speaking, hal ini soal kecil.Â
Bagi mereka yang tak punya masalah dalam berbicara di depan umum, silakan tidak meneruskan membaca tulisan ini.
Sedangkan bagi Anda yang punya masalah ketika diminta tampil di depan orang banyak, mudah-mudahan tulisan ini bisa memberikan manfaat.
Tampil agak santai, pandang seluruh audiens secara bersahabat dan melempar senyuman, adalah beberapa tips untuk menghilangkan rasa gugup.
Kemudian ucapkan salam pembuka dengan jelas dengan tempo yang sedang (tidak terburu-buru tapi juga tidak terlalu lambat). Semua itu bisa dilatih dengan berbicara di depan cermin.
Adapun kalau berbicara dengan topik khusus di forum tertentu, tak bisa tidak, menguasai materi yang akan disampaikan, jelas sangat diperlukan.
Seumpamanya waktu yang diberikan demikian mendadak, sehingga tak sempat mempelajari referensi yang diperlukan, sebaiknya mohon maaf saja untuk menolak permintaan tersebut.
Selain itu, yang jadi fokus tulisan ini yang terkait dengan gaya bicara atau kebiasaan seseorang, perlu menghindari penggunaan beberapa kata berikut ini.
Pertama, pembicara yang sering sekali mengucapkan kata "eee, aaa, atau mmmm," akan membuat audiens bosan.Â
Kata di atas biasanya terucapkan tanpa disadari si pembicara, bisa sebagai refleksi rasa gugup, kurang konsentrasi, atau karena tidak tahu apa yang akan diomongkan selanjutnya.
Malah, bisa jadi ada yang iseng menghitung berapa kali si pembicara mengucapkan kata yang sebetulnya tidak punya arti itu, hanya sekadar mengisi kekosongan pas jeda antar kalimat.
Kedua, jangan sering meminta maaf pertanda tidak siap untuk dipanggil ke depan. Satu kali minta maaf sebagai sopan santun, boleh-boleh saja, tapi jangan berulang-ulang.
Terlalu sering minta maaf bisa menyebabkan orang lain kurang nyaman dan akhirnya menyepelekan si pembicara.
Ketiga, tidak perlu pula mengatakan: "saya tidak ahli di bidang ..... atau saya tidak punya pengalaman di bidang......" Ini hanya cermin dari rasa percaya diri yang rendah.
Keempat, sejalan dengan uraian nomor dua dan tiga di atas, hindari pula sering-sering mengatakan  "sejujurnya, saya rasa seperti ini..."
Tanpa diawali oleh kata sejujurnya, saya pikir, atau saya kira, lebih baik langsung saja mengutarakan pendapat.
Dengan diawali "sejujurnya", bisa ditafsirkan si pembicara masih ragu dengan pendapatnya sendiri, sehingga respek audiens bisa berkurang.
Sekali lagi, berbicara di depan publik bisa dilatih, meskipun merasa tidak berbakat. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H