Saya tidak begitu tahu pasti, tapi mungkin fenomena desa yang semakin ramai oleh orang kota, dinamakan oleh para pakar sebagai gentrifikasi.
Di satu sisi, gentrifikasi membuat desa secara fisik menjadi lebih maju, bahkan sudah membaur menjadi kota.
Perekonomian desa menjadi lebih hidup, karena perputaran uang melalui banyak toko dan unit-unit ekonomi lainnya yang bermunculan.
Sayangnya, di pihak lain juga terjadi kemunduran, khususnya budaya masyarakat desa yang bernilai positif malah jadi sirna.
Yang juga saya amati, betapa budaya saling menyapa antar tetangga yang menjadi ciri khas pergaulan di desa, sudah langka terlihat.
Saling membantu dan gotong royong, seperti saat ada salah satu warga yang menikah atau ada yang kematian anggota keluarga, juga mulai ditinggalkan.
Proses desa yang mengkota tampaknya tak bisa dihindarkan seiring dengan laju pembangunan yang makin kencang di berbagai penjuru tanah air.
Kecenderungannya, karena orang kota dianggap hebat dan lebih maju, maka budaya dan tingkah lakunya ditiru orang desa.
Namun, idealnya yang diserap hanyalah budaya yang positif orang kota saja, seperti mengutamakan kepentingan pendidikan anak-anak.
Sedangkan budaya yang negatifnya jangan ditiru, seperti gaya hidup individualisme yang terkenal dengan prinsip: "lu-lu, gua-gua".
Selain itu, budaya positif yang sudah berurat berakar di desa harus terus dipelihara, kalau bisa bahkan ditularkan kepada orang kota.