"Jadi kami mengelola keuangan negara, itu tidak lazim menggunakan perhitungan utang per kepala," ujar Deni di sebuah acara di Denpasar, Bali.
Lebih lanjut, Deni menjelaskan menghitung utang tidak sama dengan membagi secara rata jumlah utang pemerintah Indonesia dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini yang mencapai 270 juta jiwa.
Adapun jumlah utang pemerintah per Agustus 2023 telah mencapai lebih dari Rp 7.000 triliun, tepatnya Rp 7.870,35 triliun.
Dari jumlah di atas, 89 persen di antaranya dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), di mana si pembeli SBN menganggapnya sebagai investasi.
Soalnya, jika seseorang sekarang ini punya dana yang belum akan digunakan, daripada menginvestasikannya dalam bentuk deposito di bank, lebih menguntungkan dibelikan SBN.
Dari kacamata pemerintah, hal tersebut berarti pemerintah berutang pada mereka (bisa individu, bisa lembaga keuangan) yang membeli SBN.
Perlu diketahui, sebagian besar (sekitar 72,3 persen) pembeli SBN adalah investor dalam negeri dan dalam mata uang rupiah. Sisanya SBN dalam valuta asing.
Artinya, masyarakat Indonesia sendiri, yang memborong pembelian SBN, tentu menjadi cerminan betapa besar kepercayaannya bahwa pemerintah akan  mampu  mengembalikan dananya saat jatuh tempo SBN.
Sedangkan utang pemerintah yang bukan dari penerbitan SBN berjumlah Rp 875,16 triliun, yang sebagian besar adalah pinjaman luar negeri.
Di sisi lain, Deni memaparkan bahwa jumlah aset pemerintah pusat berjumlah Rp 12.000 triliun, belum termasuk aset pemerintah daerah.
Jelaslah, aset pemerintah masih lebih besar ketimbang utang yang telah ditulis di atas. Namun, tidak tepat kalau jumlah aset tersebut dibagi dengan jumlah penduduk dan disebut sebagai aset setiap WNI.