Kita di Indonesia sangat beruntung dengan begitu beragamnya khazanah kuliner tradisional di berbagai penjuru tanah air, yang hingga sekarang masih disukai masyarakat.
Tak heran, meskipun di kota besar semakin banyak saja gerai makanan asal luar negeri, seperti dari AS, Eropa, Jepang, Korea, dan Thailand, restoran khas Indonesia tetap berkembang.
Di antara sekian banyak jenis makanan tradisional, rumah makan Padang menjadi salah satu yang merajai dunia kuliner di negara kita.
Sebetulnya, nama yang lebih tepat adalah rumah makan Minang, mengingat Padang hanya salah satu dari belasan kota di Sumatera Barat, tempat asal etnis Minang.
Tapi, masyarakat terlanjur menyebutnya sebagai rumah makan Padang, meskipun pengelolanya berasal dari Bukittinggi, Payakumbuh, Pariaman, Solok, dan kota lain di Sumbar.
Budaya merantau yang sangat kuat bagi orang Minang telah membuat ruman makan Padang juga menyebar di mana-mana, bukan saja di seluruh Indonesia, tapi juga di luar negeri.
Betul, makanan Minang paling terkenal adalah rendang. Setelah itu mungkin dendeng balado, gulai tunjang (kikil), dan sebagainya.
Satu lagi, menurut saya, ayam pop juga termasuk top hit. Paling tidak, bagi saya sendiri dan beberapa teman yang sering makan siang bareng, ayam pop menjadi pilihan utama.
Sebagai orang Minang, seingat saya, ayam pop merupakan kreasi baru dan bukan masakan yang telah turun menurun sejak beberapa generasi sebelumnya seperti rendang.
Di masa kecil saya di Payakumbuh, Sumbar, pada akhir dekade 1960-an, ketika ayah membeli lauk di Rumah Makan Asia Baru (ketika itu paling terkenal di sana), belum ada menu ayam pop.