Ini murni bisnis biasa yang saling menguntungkan, antara pemilik rumah dengan investor yang tertarik untuk membangun rumah.
Pertama, pihak investor akan menanggung biaya kontrak rumah bagi pemilik yang terpaksa pindah sementara, selama renovasi atau pembangunan rumah berlangsung.
Kedua, rumah model lama akan dirobohkan. Biasanya, perobohan rumah lama itu dilakukan oleh pihak yang dipercaya oleh pihak investor.
Ketiga, membagi dua lahan yang sudah dikosongkan itu untuk membangun dua buah rumah kembar. Masing-masing rumah bertingkat dua.
Keempat, setelah pembangunan selesai, pemilik lama akan dapat satu unit rumah baru. Investor juga dapat satu rumah baru yang nanti akan dijualnya.
Jelaslah, ini sebenarnya bisnis biasa. Hanya saja, investor bertindak seolah-olah sebagai penyelamat, sehingga tanpa uang pun pemilik rumah bisa mendapat rumah baru.
Tapi, apakah betul-betul tanpa uang sama sekali? Inilah yang harus dicermati dengan baik bagi pemilik rumah yang menjadi sasaran para investor.
Bukankah pola demikian memperlihatkan bahwa pemilik rumah pada hakikatnya sudah menjual separuh lahan rumahnya yang lama?
Dengan uang hasil penjualan separuh lahan itulah si pemilik rumah membiayai pembangunan rumah barunya, di atas lahan yang tinggal separuh.
Jadi, tidak benar kalau ada orang yang membangun rumah tanpa uang sendiri, tanpa utang, juga bukan berupa hadiah atau hibah.
Nah, tinggal dibandingkan saja, berapa harga pasar tanah di lokasi rumah yang akan dibangun itu? Hitunglah nilai penjualan separuh dari luas tanah yang ada.