Ada kabar gembira yang berkaitan dengan semua Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk juga anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Bahkan, kabar gembira yang disampaikan Presiden Joko Widodo itu pun juga membahagiakan seluruh pensiunan ASN, TNI dan Polri.Â
Dalam pidatonya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023), Presiden menyatakan telah menganggarkan kenaikan gaji ASN Pusat dan Daerah, TNI dan Polri, sebesar 8 persen.
Sedangkan kenaikan uang pensiun yang diterima para pensiunan ASN, TNI dan Polri, lebih besar lagi, yakni 12 persen.
Tentu saja berita itu sangat menggembirakan ASN dan keluarganya, mengingat sudah beberapa tahun terakhir ini tidak mengalami kenaikan gaji.
Kita berharap pelayanan yang diberikan ASN kepada masyarakat akan lebih baik lagi, karena semakin termotivasi dengan kenaikan gaji tersebut.
Namun, ada hal yang mengganjal setiap terjadi kenaikan gaji. Selama ini, harga barang selalu ikut-ikutan naik.
Pernah juga persentase kenaikan harga barang malah lebih besar dari persentase kenaikan gaji. Akibatnya, anggaran rumah tangga para ASN jadi tekor.
Lebih parah lagi, terkadang baru berdasarkan berita akan ada kenaikan gaji saja, harga barang bisa naik terlebih dahulu.
Hal itu terjadi karena para pedagang punya ekspektasi yang tinggi, atau ada semacam dampak psikologis yang membuat pedagang seperti kompak menaikkan harga barang.
Selain itu, kenaikan gaji ASN berkemungkinan besar juga membuat para non ASN akan merasa "cemburu". Â
Organisani seperti Serikat Buruh yang anggotanya demikian banyak, bisa jadi akan melakukan aksi demo dalam rangka menuntut kenaikan upah.
Nah, bila pemerintah menaikkan ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebagai respon atas tuntutan buruh, semakin ada pembenaran untuk menaikkan harga barang.
Bukankah dengan naiknya upah buruh, akan membuat biaya produksi barang juga meningkat?
Agar tingkat laba di level produsen tidak berkurang, tak bisa lain, harga barang yang harus dibayar konsumen terpaksa dinaikkan.
Maka, sepertinya sulit dihindarkan, ketika gaji dan upah naik, laju inflasi diperkirakan akan meningkat.
Pertanyaannya, bisakah kenaikan gaji ASN (dan kemungkinan kenaikan upah buruh) tidak diikuti oleh kenaikan harga barang?
Pemerintah memang tidak bisa melarang pedagang menaikkan harga barang.Â
Tapi, pemerintah dengan berbagai instrumen kebijakan yang menjadi kewenangannya, bisa mengkondisikan untuk meminimalisir tingkat inflasi.
Apalagi, ada beberapa produk yang harganya ditetapkan pemerintah, seperti jenis tertentu dari bahan bakar minyak, gas elpiji, dan listrik.
Selain itu, untuk harga barang yang tergolong kebutuhan pokok, pemerintah punya perpanjangan tangan untuk melakukan operasi pasar.Â
Maksudnya, ada peran Bulog yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyetok beras dan kebutuhan pokok lainnya.
Ketika harga beras naik, Bulog akan megucurkan berasnya ke pasar-pasar dengan harga lebih murah.
Namun, harus diakui, operasi pasar sulit juga untuk mempengaruhi pedagang lain agar menurunkan harga barangnya.
Meskipun demikian, untuk menjawab pertanyaan yang sekaligus menjadi judul tulisan ini, tak ada yang mustahil bila ada koordinasi yang baik antar semua pihak terkait.Â
Kondisi seperti itulah yang menjadi harapan kita bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H