Oleh karena itulah, kampung tersebut diberi julukan "Kampung Sultan" oleh banyak media massa yang baru-baru ini meliput kondisi di Pangauban itu.
Ngomong-ngomong, memangnya warga di sana apa saja pekerjaannya, kok bisa tajir-tajir begitu? Apakah juga bertani seperti kebanyakan warga desa?
Ternyata, banyak warga di desa yang cukup terpencil karena terletak di lereng gunung itu, sudah sejak lama menjadi perajin tas.Â
Sejarahnya, ketika krisis moneter tahun 1998, para petani di sana mengalami kehidupan yang sulit. Lalu, ada seorang warga yang banting setir jadi perajin tas.
Karena melihat ada warganya yang sukses, kemudian banyak warga kampung tersebut yang mengukiti jejaknya.
Pemasaran tas di atas telah menjangkau seluruh daerah di Indonesia, bahkan juga ke luar negeri. Apalagi, sekarang mereka juga berjualan di marketplace atau secara online.
Salah satu perajin tas di kampung miliarder itu yang bernama Kusniawan, mengaku bisa meraih omzet Rp 500-600 juta per bulan.
Tas sendiri sebetulnya terdiri dari berbagai jenis. Yang relatif sering dibutuhkan adalah tas sekolah dan tas kerja.
Warga Kampung Sultan lebih banyak memproduksi tas sekolah atau tas kuliah. Namun, jika ada konsumen yang minta dibuatkan tas model tertentu, perajin di sana juga bisa memenuhinya.
Sedangkan tas mewah yang biasanya dipakai ibu-ibu sosialita, tentu yang branded yang berasal dari luar negeri tetap jadi incaran.
Perlu diketahui, Kabupaten Garut memang termasuk daerah yang menonojol dari sisi pelaku usaha berkategori UMKM.