Fenomena apa ini? Apakah dunia sudah terbalik? Seorang guru SD di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, viral di media sosial karena dibentak muridnya.
Anehya, karena video berisikan muridnya yang marah-marah itu viral, justru sang guru yang minta maaf. Video tersebut memang dibuat dan diposting oleh sang guru.
Tapi, tak ada maksud guru yang bernama Fermini Wulansari itu untuk memviralkan video tersebut, seperti diberitakan Detik.com (19/7/2023).
Bupati Lima Puluh Kota yang merasa geram, akhirnya turun tangan melalukan mediasi. Maka, si murid pun meminta maaf kepada gurunya.
Hal itu terjadi pada hari Kamis (20/7/2023) seperti yang terlihat pada foto di atas yang bersumber dari Tribunnews.com.
Menduga si guru sebelumnya dalam kondisi tertekan sehingga terpaksa minta maaf, Bupati menekankan agar jangan ada yang menekan guru dimaksud.
Memang, pada awalnya, dari berbagai pemberitaan media daring, tidak dijelaskan apa penyebab si murid marah-marah demikian hebatnya.
Hal itu karena informasi berasal semata-mata dari video pendek tentang seorang murid yang mengamuk dari luar kelas.
Murid itu kemudian membentak, berkata kotor dalam bahasa Minang yang ditujukan pada gurunya, dan menendang pintu kelas.
Namun, kemudian ada penjelasan dari Kepala Dinas Kabupaten Lima Puluh Kota, bahwa guru yang mengajar di SDN 07 Sariklaweh, Kecamatan Akabiluru itu juga punya kesalahan sebelumnya.
Berdasarkan pengakuan guru tersebut kepada Afri Effendi (Kadis Pendidikan) ternyata si guru telah memarahi murid dengan memukul pakai rol (penggaris).
Setelah pecah emosi anak, si guru langsung mengambil video. Kemudian si murid berupaya merebut hape gurunya karena tidak suka divideokan (Detik.com, 19/7/2023).
Okelah, di satu sisi si guru memang bersalah, meskipun jika memakai kacamata di era dulu, guru memukul pakai penggaris sesuatu yang biasa saja.
Namun, harus diakui, di zaman semua orang sadar dengan hak asasi manusia, tindakan hukuman fisik tak lagi cocok diterapkan di sekolah.
Terhadap kesalahan guru, Afri mengatakan akan ada evaluasi karena statusnya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hanya saja, apapun latar belakangnya, seorang murid SD membentak gurunya, berkata kasar dan membanting pintu kelas, mencerminkan tidak beresnya kelola emosi anak.
Sepertinya nilai-nilai kepantasan tingkah laku anak, sudah bergeser jauh menjadi relatif bebas, sesuka hati si anak.
Apa yang dulu disebut sebagai budi pekerti, sopan santun, unggah ungguh, atau dalam perspektif agama disebut dengan akhlak, sudah tidak lagi dipentingkan dalam pendidikan kita.
Yang dimaksud dunia pendidikan di atas adalah pendidikan dalam arti luas, termasuk juga di rumah tangga dan lingkungan terdekatnya.
Sebelum kasus murid bentak guru, juga viral kisah seorang anak membakar sekolahnya sendiri.
Kasus tersebut terjadi di SMP 2 Pringsutat, Temanggung, Jawa Tengah. Penyebabnya, karena si anak mengaku sakit hati di-bully oleh teman dan gurunya.
Belum lagi kalau kita membaca berita tentang anak-anak yang menjadi pelaku tindak kriminal, rasanya semakin banyak saja.
Permasalahan mengelola emosi anak tidak bisa dianggap hal kecil, hanya karena mereka masih anak-anak.
Justru, kalau ketika anak-anak sudah separah itu, nanti ketika dewasa mungkin saja akan jauh lebih gawat. Kecuali bila ada suatu titik balik yang membuatnya bertobat.
Maka, tak bisa lain, semua pihak yang berwenang dalam membuat kebijakan di bidang pendidikan, agar mengembalikan pentingnya pelajaran budi pekerti di sekolah-sekolah.
Dan itu harus dimulai oleh para guru dan juga orang tua murid. Orang tua yang arogan akan ditiru oleh anak-anak mereka, demikian pula orang tua yang santun akan membuat anaknya ikut santun.
Anak-anak butuh keteladanan. Ingat, guru kencing berdiri murid kencing berlari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H