Sekitar 3 hari yang lalu, saya ke apotik dengan niat membeli obat batuk merek tertentu. Tentu, merek tersebut saya cari karena selama ini cukup ampuh khasiatnya.
Setelah saya mendapatkan obat batuk dimaksud dan akan membayar di kasir, tiba-tiba seorang petugas di apotik itu mendekati saya.
"Bapak, ini ada Vitamin D lagi promo. Orang seusia bapak sebaiknya rutin mengonsumsi vitamin D, agar kesehatan tulang tetap terjaga," kata si petugas itu dengan ramah.
Saya paham, petugas itu seorang tenaga penjualan yang posisi berdirinya di bagian depan. Berbeda dengan petugas penerima resep dokter dan kasir yang biasanya di bagian belakang.
Bisa jadi ia karyawan di apotik tersebut dan begitu ada konsumen yang masuk, ia segera tahu produk kesehatan apa yang cocok untuk si konsumen yang baru masuk.
Karena saya sudah tidak muda lagi, ia tahu kekuatan tulang saya sudah berkurang. Dan memang, saya sendiri mulai gampang kecapean bila terlalu lama berdiri.
Apalagi bila saya agak lama berjalan kaki, berlari, atau naik tangga. Makin terasa bahwa di bagian lutut ada yang kurang beres.
Bisa jadi pula ia bukan karyawan apotik itu. Maksudnya, ia mungkin tenaga sales di sebuah perusahaan farmasi yang memproduksi sejumlah obat, termasuk vitamin D yang ditawarkannya.
Sudah hal yang biasa bila ada kerjasama antara perusahaan farmasi dengan apotik, di mana petugas dari perusahaan farmasi ditempatkan di sebuah apotik selama waktu tertentu.Â
Cara yang sama sudah lebih dahulu diterapkan di berbagai supermarket. Misalnya, ada petugas dari perusahaan roti yang berdiri di counter roti di sebuah supermarket.
Dalam menawarkan produk kepada saya, si petugas menekankan dua hal. Pertama, adanya program promo yang membuat harga produknya jadi lebih murah dari harga aslinya.
Kedua, tentang manfaat vitamin D bagi orang seusia saya. Bahwa setelah melewati usia tertentu, tulang seseorang bisa menjadi keropos.
Tapi, saya terbiasa untuk tidak langsung percaya begitu saja dengan omongan seorang tenaga pemasaran.
Sudah tugasnya memang menjelaskan kehebatan sebuah produk dan cenderung tidak mengungkapkan kelemahannya.
Hanya saja, seketika saya teringat dengan cerita adik saya yang pernah bermasalah dengan kakinya.
Setelah adik saya berkonsultasi ke dokter, disarankan untuk rutin mengonsumsi vitamin D. Alhamdulillah, sejak itu adik saya merasa tidak lagi bermasalah dengan kakinya.
Saya juga bukan tipe orang yang gampang tergoda harga diskon. Kalau akhirnya saya membeli, itu karena merasa produk tersebut bermanfaat buat saya.
Sebetulnya, berjemur di pagi hari merupakan sumber vitamin D yang alami. Di negara tropis seperti Indonesia, sinar mentari boleh dikatakan melimpah.
Tapi, saya belum berhasil mengalokasikan waktu rutin untuk berjemur, sehingga jalan pintas dengan mengonsumsi vitamin D, layak juga saya coba.
Kembali ke petugas pemasaran di apotik tersebut, saya melihat adanya kegigihan tanpa terkesan memaksa yang ditunjukkan si petugas.
Menurut saya, cara seperti itu menjadi salah satu kunci sukses seorang pemasar yang membuat konsumen menjadi nyaman.
Menurut saya, teknik tersebut tidak hanya cocok untuk menjual produk obat-obatan atau barang harian di supermarket.
Kegigihan itu relevan untuk semua produk, tapi jika caranya agak memaksa atau terlalu nyinyir, pasti calon konsumen tidak akan nyaman.
Komunikasi dua arah yang setara, antara petugas pemasar dengan calon konsumen, penting dilakukan pemasar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H