Kasus yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin banyak yang terkuak. Modusnya berbagai macam dan kebanyakan yang jadi korban adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
TKI dimaksud adalah para pencari kerja yang berminat untuk bekerja di luar negeri, yang sebagian di antaranya adalah Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Melalui jaringan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk para calo sebagai ujung tombak, sebagian TKI akhirnya jadi korban TPPO yang diperlalukan seperti budak di zaman dulu.
Pengiriman mereka ke luar negeri dilakukan melalui jalur ilegal. Menko Polhukam Mahfud MD pernah membeberkan betapa mengerikannya soal TPPO ini (cnbcindonesia.com, 30/5/2023).
Menurut Mahfud MD, kita punya masalah dengan TPPO, di mana orang dikirim ke luar negeri lalu menjadi budak-budak yang dianiaya.
Lebih lanjut, mengutip data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dalam satu tahun ada 1.900 mayat yang dibawa kembali ke tanah air karena TPPO.
Jadi jelaslah, kenapa Mahfud MD menyebutnya sebagai hal yang mengerikan. Sayangnya, masyarakat umum tidak banyak yang tergugah dengan persoalan TKI di luar negeri.
Maka, korban TPPO ibarat jatuh ditimpa tangga. Sudahlah mereka berutang untuk bisa berangkat ke luar negeri, eh ternyata di negara tujuan tenaganya diperas dan haknya dikebiri.
Nah, baru-baru ini terungkap ada modus TPPO yang relatif baru, yang ironisnya melibatkan sebuah lembaga pendidikan tinggi.
Sebuah Politeknik Negeri di Sumatera Barat disebut-sebut terlibat dalam kasus tersebut, yang terbukti dengan ditetapkannya 2 orang mantan direkturnya sebagai tersangka.