Hal ini terlihat dari lokasi acara yang menyewa ballroom salah satu hotel berbintang di Jakarta Selatan.Â
Ada pula yang menyewa tempat di Balai Sudirman Jakarta Selatan, sebuah gedung yang sangat representatif dan biasa dipakai untuk resepsi pernikahan kelas menengah ke atas.
Setelah wisuda tak lagi eksklusif menjadi miliknya para sarjana yang baru lulus, nilai sakralnya terasa berkurang, karena praktis semua orang, bahkan anak TK, bisa wisuda.
Namun, bukan soal kehilangan kewibawaan wisuda yang sekarang menjadi polemik hangat di masyarakat, khususnya di kalangan orang tua murid.
Keberatan sebagian orang lebih kepada soal biaya wisuda yang relatif besar, antara lain karena itu tadi, ada yang menyewa tempat yang mewah.
Saya tak bermaksud ikut berpolemik, karena posisi saya netral. Bagi saya secara pribadi, ada wisuda oke-oke saja, sekadar perpisahan biasa pun tak jadi masalah.
Tapi, saya sangat memahami apa yang berkecamuk di pikiran orang tua murid yang kebetulan penghasilannya hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
Biaya pendidikan anak sudah besar, ditambah lagi biaya wisuda dengan segala pernak-perniknya.Â
Di lain pihak, orang tua dari kalangan atas seolah-olah pamer kekayaan, di saat anaknya diwisuda dengan tampilan yang bergaya elit.
Kalau boleh menyarankan, pihak sekolah yang perlu bijaksana, jangan terlalu mengakomodir pendapat orang tua murid yang berpunya.
Pihak sekolah harus berdiri di tengah, dengan ikut memancing perasaan orang tua murid yang kurang berpunya.