Benang merah tersebut dapat dirangkum dalam 7 dimensi berikut ini.
Pertama, bagaimana beliau membangun rumah tangga yang penuh kasih sayang. Suami yang istimewa, ayah yang bijaksana, dan kakek yang penyayang.
Bagi mereka yang ingin tahu apa resep rumah tangga yang harmonis, akan terjawab di beberapa tulisan di buku ini.
Kedua, bagiamana beliau sangat menghargai sesama manusia. Jiwa sosialnya sangat tinggi dan tidak pilih-pilih, dari orang kecil hingga pejabat tinggi, semuanya dihargai.
Beliau membantu siapa saja tanpa memandang apa agamanya, atau apa sukunya. Kemanusiaan tanpa sekat ini pantas diteladani.
Ketiga, betapa beliau sangat memahami filosofi kehidupan Minangkabau, meskipun beliau hanya mengaku sebagai orang Padang, bukan orang Minang.
Tapi, bagi saya yang kebetulan asli Minang, Pak Tjipta lebih Minang dari orang Minang, mengingat banyak anak muda Minang yang tak memahami filosofi tersebut.
Keempat, beliau juga sangat menghargai budaya leluhur sebagai orang yang berdarah Tionghoa, tanpa mengurangi penghayatan beliau terhadap budaya Minang.
Kelima, beliau sangat berjiwa nasionalis dan mencintai Indonesia sepenuh hati, tanpa henti dan tanpa pamrih. Meskipun sekarang berdomisili di Australia, kecintaan itu tidak luntur.Â
Keenam, beliau sekaligus juga sangat religius, tidak hanya rajin ke gereja, tapi juga punya toleransi yang sangat tinggi dengan pemeluk agama lainnya.
Ketujuh, beliau sekaligus juga warga internasional dalam arti sangat paham tata cara etika pergaulan di level internasional.