Bahwa Jakarta terkenal sebagai kota yang tingkat kemacetan lalu lintasnya sangat tinggi, tentu sudah sama-sama kita ketahui. Bahkan, Jakarta tercatat sebagai salah satu yang termacet di dunia.
Sudah banyak kebijakan yang ditempuh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sejak dulu. Tapi, sejauh ini belum berhasil menurunkan tingkat kemacetan secara signifikan.
Beberapa kebijakan tersebut, baik yang masih berlaku maupun yang sudah tidak berlaku lagi, antara lain sebagai berikut:
Pertama, kebijakan "3 in 1", yakni untuk memasuki ruas jalan tertentu pada jam puncak kepadatan, satu mobil minimal berisi 3 orang.
Kebijakan di masa Gubernur Sutiyoso itu bertujuan membatasi kendaraan yang melalui jalan protokol.Â
Jadi, mereka yang tinggal dalam satu komplek perumahan dan satu arah tujuan kerja, bisa saling membuat kelompok dengan cara bergantian membawa mobil.
Tujuan mulia tersebut tidak tercapai, justru memunculkan dampak negatif dengan banyaknya joki 3 in 1. Joki ini dibayar untuk naik mobil pas melewati ruas jalan tertentu.
Kedua, sewaktu Basuki Tjahaja Purnama menjadi gubernur pada tahun 2016, keijakan 3 in 1 yang sudah berjalan selama 13 tahun, diganti dengan kebijakan ganjil genap.
Maksudnya, kendaraan berplat nomor belakangnya ganjil hanya bisa lewat di ruas jalan tertentu pada tanggal ganjil, demikian pula tanggal genap untuk plat nomor genap.
Kebijakan ini masih diberlakukan hingga sekarang, mungkin karena Pemprov DKI masih menimbang-nimbang kebijakan lain yang dinilai lebih efektif.