Tentu, semuanya akan bergantung pada hasil konsultasi  dengan dosen pembimbing. Dalam hal ini, kemampuan komunikasi yang baik dengan dosen pembimbing sangat diperlukan.
Bila mahasiswa berlaku sopan, menyimak dan mencatat kata-kata dosen pembimbing, dosen yang killer pun, tidak akan membuat ciut nyali mahasiswa.
Masalahnya, tinggal "berperang" dengan diri sendiri, bagaimana agar tetap bersemangat mengetik halaman demi halaman dari skripsi tersebut.
Sebetulnya, sejak adanya personal computer dan laptop, mengetik bukan hal yang melelahkan atau membosankan.
Apalagi, dengan memecah dalam beberapa file, penulisan skripsi bisa saja dimulai dari bagian tertentu yang kebetulan idenya muncul di kepala.
Bayangkan di era dulu, hingga dekade 1980-an, ketika satu-satunya cara mengetik, ya memakai mesin tik.Â
Jika ada kesalahan ketik, di komputer sangat gampang menghapusnya, serta mengganti dengan kalimat yang betul.
Atau, jika ada ide baru, sehingga yang sudah diketik di beberapa bagian tertetu harus ganti kalimat, juga tak masalah jika pakai laptop.
Tapi, tidak begitu di zaman mesin ketik. Jika kesalahan masih tidak banyak, bisa dihapus pakai tipp-ex, lalu ditindih dengan kalimat yang betul.
Kalau dalam satu halaman terlalu banyak yang salah, terpaksa halaman tersebut dibuang ke tong sampah, dan diulang mengetik di kertas yang masih kosong.Â
Bahkan, yang kuliah di dekade 1980-an masih beruntung karena sudah ada tipp ex itu tadi dan juga sudah banyak mesin foto kopi.