Banyak mahasiswa yang merasa kewajiban untuk menulis skripsi sebagai momok atau sebagai hantu yang menakutkan. Padahal, tahapan itu mau tak mau harus dilalui, agar sah menjadi sarjana.
Kiat terbaik, sejak menjadi mahasiswa, kebiasaan membaca perlu ditingkatkan dibandingkan dengan waktu masih di sekolah menengah.
Membaca buku teks dan catatan kuliah saja, apalagi hanya di waktu akan ujian dengan gaya membaca SKS (sistem kebut semalam), tidak cukup.
Justru, membaca buku-buku berbagai bidang ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan mata kuliah yang ditekuni, akan menambah wawasan dan memberi perspektif baru.
Lanjutkan lagi dengan membaca berbagai skripsi dari alumni terdahulu yang ada di perpustakaan kampus.Â
Nah, dari sana akan muncul ide untuk menjadi topik skripsi. Memang, meniru skripsi yang sudah ada, bukan itu yang diinginkan.
Tapi, melihat aspek lain dari skripsi yang sudah ada, atau melakukan studi kasus di tempat lain dengan rujukan skripsi yang ada, bisa menjadi alternatif penulisan skripsi.
Dari berbagai referensi, terutama untuk rumpun ilmu sosial, skripsi lebih banyak berupa analisis atas penerapan sebuah teori di lapangan.
Maksud di lapangan itu bisa di sebuah perusahaan, di sebuah lembaga, atau di suatu tempat yang spesifik lainnya.
Jadi, pada prinsipnya, cara membuat skripsi adalah "membedah" fakta yang ada di lapangan, dengan "pisau" teori yang dipelajari di bangku kuliah.