Kedua, carilah "harta karun", maksudnya hal remeh temeh yang selama ini tak terpikirkan. Umpamanya, mengumpulkan uang receh yang berserak di beberapa tempat di rumah, termasuk dalam tas.
Jika dikumpulkan semua yang receh-receh itu, bisa jadi jumlahnya lumayan. Bahkan, siapa tahu, terkadang ada uang besar yang terselip di suatu tempat.
Termasuk pula dalam rombongan harta karun yang "dikit-dikit, lama -lama jadi bukit" ini, dengan memecah celengan, jika memang punya celengan.
Ketiga, mengumpulkan barang bekas yang bisa dijual pun bisa dianggap harta karun. Contohnya tumpukan koran, majalah, dan berbagai peralatan yang tak terpakai.
Benda berbahan besi biasanya oleh pengumpul besi bekas akan dihargai secara kiloan, yang per kilonya lebih mahal dari kertas.
Keempat, coba ingat-ingat kembali dengan melihat catatan, siapa saja yang pernah meminjam uang kepada kita yang belum dikembalikannya. Sudah saatnya untuk ditagih lagi.
Kelima, kalau tidak ada yang bisa ditagih dan juga tak ada "harta karun", bisa mencoba mengajukan pinjaman ke koperasi. Tentu, di koperasi yang kita menjadi anggotanya.
Keenam, jika sangat terpaksa, boleh juga berbelanja memakai kartu kredit untuk kebutuhan pokok yang sangat mendesak. Termasuk pula dalam hal ini, jika pakai paylater.
Ketujuh, alternatif terakhir adalah aktif mencari sumber penghasilan tambahan. Umpamanya rajin lembur di kantor bagi yang menjadi karyawan.
Bahkan, tak usah malu membantu-bantu teman atau sanak famili, siapa tahu diberi uang saku.
Begitulah beberapa alternatif sebagai penambal kantong yang lagi kempes sehabis mudik. Namun, perlu diingat, kalaupun penambal itu bisa didapat, harus dibarengi beberapa hal berikut.