Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Sawah dan Kolam Ikan Jadi Bangunan, Inikah Kemajuan?

30 April 2023   08:48 Diperbarui: 30 April 2023   08:50 1857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana sebelum lahan pertanian dikonversi jadi bangunan|dok. Foto: Istimewa, dimuat langit7.id

Surat untuk kampung halaman, Payakumbuh kotaku tercinta.

Surat ini sengaja saya tulis dengan penuh rasa cinta akan kota kelahiran saya. Meskipun saya sudah puluhan tahun memegang KTP DKI Jakarta, tidaklah membuat cinta saya sirna.

Banyak kenangan manis di masa kecil dan masa remaja saya, sehingga saya selalu merasa terpanggil untuk pulang ke Payakumbuh, paling tidak setahun sekali.

Bagi saya, Payakumbuh adalah kota yang sedang-sedang saja, tapi bukan kota yang biasa-biasa saja. Justru di situlah letak keistimewaannya.

Kenapa saya sebut sedang-sedang saja? Karena kotanya bukan kota besar, tapi juga bukan kota kecil. Sekarang sudah ada pusat perbelanjaan bergaya mal di pusat kota.

Banyak pula restoran dan kafe dengan nama-nama terkenal berbau asing, yang dulu cuma ada di kota-kota besar.

Yang membuat saya nyaman, hawanya tidak sepanas kota Padang, tapi juga tidak sedingin Bukittinggi.

Payakumbuh kotaku tercinta.

Masih segar dalam ingatan saya, sekitar 40 tahun lalu, Payakumbuh hanya sebuah kota kecil yang masih dominan ciri agrarisnya. 

Yang betul-betul berwajah kota hanya sekitar radius 1 kilometer dari pusat kota, di mana yang jadi pusat kota adalah Kantor Bupati Kabupaten 50 Kota.

Di sebelah kantor bupati, terdapat berbagai kantor lain. Di seberang kantor bupati, terdapat pasar dan deretan toko-toko.

Tapi, setelah 1 kilometer dari pusat kota, kondisinya sudah seperti pedesaan, banyak sawah dan kolam ikan (disebut "tabek" dalam bahasa lokal).

Pada tahun 1970, Payakumbuh mendapat status kotamadya, sehingga terpisah dari Kabupaten 50 Kota. Namun, tidak berarti pembangunan langsung berjalan pesat.

Baru sejak tahun 2000, saya yang setiap kali pulang ke kampung halaman, mulai terkaget-kaget. Makanya, menurut saya, Payakumbuh bukan lagi kota kecil.

Tersirat rasa bangga saya dengan perkembangan kota. Suasana kota betul-betul terasa hingga radius 5-7 kilometer dari pusat kota.

Tak ada lagi sawah dan kolam. Cabang dari jalan utama, bahkan ranting jalan, semua sudah diaspal dan ada papan nama jalan yang jelas. 

Padahal, dulu cuma jalan tanah yang dikeraskan, dan di pinggir jalan lebih banyak kolam ikan dan sawah ketimbang bangunan.

Sebuah kafe yang punya fasilitas live music di Payakumbuh|dok. japos.co
Sebuah kafe yang punya fasilitas live music di Payakumbuh|dok. japos.co

Payakumbuh kotaku tercinta.

Di balik kebanggaan tersebut, saya menyimpan sejumlah kekhawatiran. Saya tidak menemukan lagi jejak teman-teman masa kecil saya.

Konon, mereka "terusir" dari kampung halamannya sendiri, setelah para pemodal membeli tanah mereka. Maka, sawah dan kolam ikan berganti bangunan bergaya masa kini.

Pemodal itu bukan hanya putra daerah yang kaya, tapi lebih banyak lagi orang kaya dari kota lain, bahkan dari Pulau Jawa.

Penciuman bisnis mereka memang tajam, karena Payakumbuh sangat cocok jadi kota wisata kuliner. Letaknya strategis di pertengahan antara Padang dan Pekanbaru.

Dan hawanya yang tak terlalu panas, juga tidak terlalu dingin, membuat banyak warga luar Payalumbuh yang sengaja makan-makan atau ngopi-ngopi cantik di sana.

Kafe-kafe bergaya kekinian menjamur dengan anekan makanan yang digandrungi anak muda, baik makanan lokal maupun makanan asal negara asing.

Kalau di malam hari, suasana di kafe-kafe tersebut terlihat meriah, apalagi banyak kafe yang menyediakan live music.

Tapi, begitulah, modernisasi selau membawa korban, seperti teman-teman masa kecil saya yang "terusir". 

Kehidupan antar tetangga sekarang sudah tidak seakrab seperti masa kecil saya, karena mulai terjangkit gaya hidup hedonis.

Tingkat kriminal meningkat, yang antara lain terlihat dari beberapa kasus pemakaian narkoba yang diungkap pihak kepolisian setempat.

Saya juga merasa miris melihat pergaulan remaja yang semakin bebas. Kemerosotan akhlak ini perlu jadi perhatian para orang tua dan pemerintah.

Akhirnya, surat ini saya tutup dengan doa agar kemajuan kota Payakumbuh menjadi kemajuan yang berimbang antara pembangunan fisik dan pembangunan mental spiritual warganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun