Kue tersebut tidak hanya dijual menjelang lebaran, tapi setiap hari gampang didapat. Artinya, meskipun kuenya tak pakai merek, produksinya sudah skala besar.
Bahkan, kue-kue tersebut banyak dibeli pedagang eceran untuk dikemas ulang dalam ukuran sangat kecil, lalu dijual di warung-warung.
Nah, bagi mereka yang sekarang sudah berumur di atas 40 tahun, mungkin bisa membedakan kue lebaran sekarang dengan kue jadul.
Hingga dekade 1980-an, ibu-ibu rumah tangga lebih suka membuat sendiri kue lebaran. Bahkan, ibu-ibu yang kaya pun juga membuat kue lebaran, bukan membeli jadi.
Tak heran, dulu di masing-masing rumah jenis kuenya bisa berbeda. Meskipun, kue-kue lebaran yang favorit ketika itu, tetap gampang ditemui.
Kue jadul dimaksud contohnya adalah kue semprit, kue kembang loyang, kue sapik, kue bolu kering, kue bawang, kacang tojin, kacang gula, kue dari tepung beras, dan sebagainya.
Tapi, karena masing-masing ibu rumah tangga membuat sendiri, kue yang jenisnya sama bisa berbeda rasanya, antara rumah yang satu dengan rumah yang lain.
Saya masih ingat ketika ibu dan kakak-kakak perempuan saya membuat kue lebaran di era 1970-an.
Belum ada oven listrik, sehingga kue dalam loyang dibakar pakai tungku dengan bahan bakar sabut kelapa.
Sabut kelapa itu mengapit dari bawah dan dari atas oven gaya lama itu (setelah bagian bawah dan atas dilapisi dengan seng).
Menurut saya, bau kue jadul sungguh sedap. Rasanya yang lebih alami juga sering saya rindukan, namun sekarang susah dicari.