Karena ada suatu keperluan, saya menelepon kakak saya yang berada di Payakumbuh, Sumbar. Ketika itu sudah sekitar pukul 10.00 malam dan saya sudah satu jam sebelumnya sampai di rumah.
Maksudnya, saya yang sebelumnya ikut salat tarawih di salah satu masjid dekat rumah saya di Jakarta Selatan, telah menyelesaikan salat tarawih sebelum pukul 21.00 WIB.
Saya tahu bahwa terdapat perbedaan waktu salat di Jakarta dan Payakumbuh, di mana di Payakumbuh terlambat setengah jam ketimbang Jakarta.
Artinya, saya menduga pukul 21.30 kakak saya seharusnya sudah selesai salat tarawih di masjid. Apalagi kebanyakan masjid di Payakumbuh salat tarawihnya 8 rakaat.
Ternyata, di pukul 22.00 pun kakak saya masih di masjid. Ini ketahuan setelah pukul 22.15 kakak menelpon saya dan menjelaskan kalau ia baru saja selesai salat.
Menurut kakak saya, ceramah agama sebelum salat tarawih terlalu lama, bisa sekitar 50 menit. Akibatnya, pelaksanaan salat tarawih tentu juga lebih lambat.
Saya teringat ketika masa remaja saya di Payakumbuh dan Padang, di banyak masjid ada semacam tradisi berburu dana dari jemaah selama bulan puasa.
Cara berburu dana dilakukan dengan memaksimalkan peran penceramah agama yang mendapat giliran tampil setiap malam.
Maka, bila ceramah agama lebih dari 30 menit, saya bisa maklum. Soalnya waktu yang digunakan untuk mengumpulkan dana juga lumayan lama
Di masjid-masjid yang aktif pengurusnya, untuk selama 30 hari pelaksanaan salat tarawih, sudah tersusun daftar penceramah setiap harinya di awal bulan puasa.