Seorang ustaz tampil di layar kaca memberi ceramah agama. Tiba-tiba host-nya menyela dengan mengajukan pertanyaan, kenapa Pak Ustaz kok terlihat agak kurang bersemangat.
Pak Ustaz menjawab bahwa beliau memang lagi kurang enak badan. Maka, dengan gaya bak seorang ahli kesehatan, si host menyarankan meminum obat yang dibawanya.
Kemudian, sang ustaz memimun minuman merek tertentu (acaranya berlangsung malam hari di bulan puasa, sehingga boleh saja minum sesuatu).
Hebatnya, begitu selesai meminum, Pak Ustaz langsung mengatakan bahwa beliau sudah merasa kuat karena mimunan tersebut.
Ternyata, pak Ustaz dan host berkolaborasi menjalankan skenario yang telah disusun dengan rapi oleh sponsor acara pengajian itu, yakni produsen obat yang diminum ustaz tersebut.
Kalau begitu, apakah sang ustaz bisa dianggap mengelabui pemirsa karena berpura-pura lagi lemas?
Bagaimana sebetulnya secara ketentuan agama, jika seorang penceramah telah dibebani pesan sponsor dengan keuntungan finansial tertentu?
Dalam referensi yang ada, belum ditemukan semacam fatwa ulama tentang boleh tidaknya ustaz terlibat dalam kegiatan komersial seperti menjadi penyambung suara sponsor.
Hanya, masing-masing ustaz tentu paham dengan persoalan etika, mana yang patut dan mana yang tidak patut.
Masyarakat juga sebaiknya memahami, kapan ucapan ustaz merupakan uraian dari ajaran agama yang wajib dipatuhi, dan kapan yang berupa iklan yang tak wajib diikuti.