Golkar diperkirakan menjadi penentu jadi tidaknya terbentuk koalisi besar, karena partai besar yang belum mendeklarasikan capres, tinggal Golkar.
Bahwa internal Golkar punya aspirasi menjadikan Airlangga sebagai capres, tentu boleh-boleh saja.Â
Namun, pada akhirnya Golkar mungkin akan realistis, elektabilitas Airlangga sulit untuk didongkrak. Bahkan, untuk jadi cawapres sekalipun.
Tapi, sebagai partai terbesar ketiga dari sisi perolehan suara di pileg 2019 (setelah PDIP dan Gerindra) dan terbesar kedua kursinya di parlemen, posisi Golkar sangat strategis.
Oleh karena itu, Golkar akan menjadi incaran kubu Ganjar, sekaligus juga diincar kubu Prabowo.
Kalau ada yang melamar Airlangga sebagai cawapres, barangkali Golkar tertarik bergabung. Masalahnya, elektabilitas Airlangga yang kurang nendang itu tadi.
Figur cawapres yang dibutuhkan  Ganjar maupun Prabowo, agaknya yang kental warna Islamnya dan diterima baik oleh 2 ormas besar, NU dan Muhammadiyah.
Mahfud MD dan Khofifah disebut-sebut sebagai tokoh berbasis NU, selain Ketua Umum PKB Cak Imin.
Tapi, bisa pula cawapres yang digandeng adalah yang kuat dananya, sekaligus juga diterima baik di kalangan Islam.Â
Contohnya Sandiaga yang mendekat ke PPP dan juga Erick Thohir yang konon dekat dengan PAN.
Hingga saat ini, siapa cawapres yang akan digandeng Prabowo dan juga Ganjar, masih sulit untuk ditebak. Hal itu sekaligus membuat masih belum jelas terbentuk atau tidaknya koalisi besar.Â