Bank-bank nasional memang dituntut untuk bisa mengelola risiko konsentrasi kredit, dengan tidak menggantungkan pemberian pinjaman hanya kepada sektor usaha tertentu saja.
Di Indonesia usaha rintisan punya sumber pembiayaan yang beragam. Tentu, ada yang menerima kucuran kredit bank.Â
Bukalapak (salah satu usaha rintisan yang tergolong besar) diberitakan mendapat kredit dari DBS Bank (Kompas.com, 19/11/2021).
Namun, ada pula usaha rintisan yang mapan dan sudah go public, sehingga dana masuk dari hasil penjualan saham yang dibeli masyarakat.
Startup Indonesia yang sudah melantai di bursa saham itu, contohnya adalah Bukalapak, Gojek dan Tokopedia. Traveloka, J&T, OVO, Kopi Kenangan, dan masih beberapa lagi yang lain, berkemungkinan juga akan go public.
Ada pula startup yang membeli bank konvensional dan dikonversi menjadi bank digital. Contohnya, Goto (hasil merger Gojek dan Tokopedia) sekarang punya Bank Jago.
Jadi, usaha rintisan di Indonesia sepertinya mulai lebih cermat dalam berhitung, baik dalam cara mendapatkan dana, maupun dalam menggunakan dana.
Makanya, strategi bakar uang yang dulu demikian gencar, sekarang terlihat mulai berkurang.
Diharapkan, usaha rintisan di negara kita bisa semakin berkembang dan mampu mengambil hikmah dari kasus yang terjadi di negara lain.
Dengan perkembangan tersebut, pada gilirannya, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga ikut berkembang.
Soalnya, banyak pelaku UMKM yang diuntungkan karena menjadi mitra dari usaha rintisan.