Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Lirik Lagu Pop Indonesia: Puitis, Vulgar, Cengeng, dan Kritik Sosial

12 Maret 2023   05:05 Diperbarui: 12 Maret 2023   06:11 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi musisi Indonesia tampil di panggung|dok. Kompas.com/Sabrina Mutiara Fitri

Sebuah lagu bisa memikat hati masyarakat biasanya karena iramanya yang enak didengar, aransemen musiknya yang bagus, serta liriknya indah.

Bicara soal irama dan aransemen, tentu berbeda-beda tergantung pada genre dari sebuah lagu. Lagu keroncong punya langgam khas, begitu pula lagu berirama melayu.

Lain lagi bila kita mendengar lagu rock yang menghentak, sungguh terasa bedanya dengan alunan musik jazz yang lebih lembut dan banyak improvisasi.

Namun, meskipun ada banyak genre musik, sepanjang bernuansa pop yang easy listening, akan gampang diterima masyarakat.

Berikutnya, kesuksesan suatu lagu sehingga bisa "meledak", akan lebih lengkap bila didukung oleh liriknya yang juga indah. 

Melodi yang bagus tapi liriknya asal jadi saja, rasanya jadi kurang greget. Lirik yang bagus tapi iramanya kacau balau, juga tak nyaman didengar.

Tulisan ini pada bagian berikutnya lebih fokus membahas lirik lagu pop Indonesia yang ternyata cukup bervariasi.

Keindahan lirik lagu sebetulnya bersifat subjektif atau sangat tergantung pada selera masing-masing individu.

Ada orang yang suka lirik yang gampang dimengerti, ada pula yang suka lirik yang berbau vulgar, dan juga ada yang menyukai lirik yang puitis.

Tentang lirik yang puitis, yang bukan berasal dari musikalisasi puisi yang sudah diciptakan sebelumnya oleh seorang penyair, tentu membutuhkan keahlian khusus dari seorang pencipta lagu.

Makanya, tak banyak pencipta lagu yang sekaligus juga penyair, sama tidak banyaknya dengan seorang penyair yang mampu menciptakan lagu.

Untuk musik hari ini, lagu-lagu yang dibawakan grup Payung Teduh, Barasuara, Noah, Tulus, bisa dikatakan cukup puitis.

Pada masa lalu, ada nama seorang penyanyi yang begitu tenar, yakni Ebiet G. Ade. Penyanyi ini lebih suka disebut sebagai penyair. 

Ebiet sukses memberi warna baru musik Indonesia dengan gaya bertutur pada tahun 1979 hingga 3-4 tahun kemudian.

Masyarakat lebih mengenal Ebiet sebagai penyanyi yang membawakan lagu-lagu ciptaannya sendiri.

"Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang", adalah cuplikan lirik di sebuah lagu Ebiet yang sangat populer. 

Saking populernya, hingga sekarang pun banyak dipakai seseorang dalam menjelaskan sesuatu yang tidak jelas apa jawabannya. 

Beberapa lagu berlirik puitis yang populer di era akhir 1970-an antara lain Renjana (ciptaan Guruh Soekarnoputra), Kidung (Chris Manusama), dan Sabda Alam (Chrisye).

Pada era tersebut, musik Indonesia sangat beragam, baik genre maupun liriknya.

Lagu-lagu dangdut mulai muncul menggantikan musik melayu. Rhoma Irama dengan Grup Soneta ditasbihkan sebagai "Raja Dangdut".

Lirik lagu Rhoma lebih bernuansa dakwah Islam dengan bahasa yang gampang dimengerti, seperti lagu tentang larangan berjudi.

Tapi, tak sedikit lagu dangdut dengan lirik vulgar yang gampang ditafsirkan berbau pornografi. Contohnya, ada lirik seperti ini: "bulu bertemu bulu, kulit bertemu kulit".

Dulu, marak pula lagu-lagu yang liriknya bernada kritik sosial, seperti lagu-lagu Leo Kristi dan berikutnya oleh Iwan Fals.

Gaya kritik sosial Leo Kristi pada era sekarang diikuti oleh Grup Silampukau. Coba simak penggalan salah satu lagu Silampukau berikut ini.

"Tahun kian kelabu/ makna gugur satu-satu dari seluruh pandanganku/ kota tumbuh kian asing kian tak peduli/ dan kita tersisih di dunia yang ngeri dan tak terpahami."

Setelah era Leo Kristi, lagu pop Indonesia didominasi oleh lagu berlirik cengeng yang kebanyakan diciptakan oleh Rinto Harahap.

Sebuah lagu yang sangat populer berjudul "Hati yang Luka", berkisah tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dibawakan oleh Betharia Sonata.

Cuplikan lirik "Hati yang Luka" ada yang berbunyi; "pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku".

Saking jengkelnya Harmoko sebagai Menteri Penerangan (sekarang disebut Menkominfo) ketika itu, hingga ia meminta "stop lagu-lagu cengeng".

Begitulah, ternyata peranan lirik dalam sebuah lagu cukup signifikan. Lirik yang mengandung protes, bisa menggerakkan massa, dan yang cengeng dikhawatirkan membuat rakyat bermental lembek.

Sedangkan lagu berlirik patriotik tentu akan menggugah semangat mencintai tanah air dan menumbuhkan rasa persatuan.

Grup musik "Cokelat" terkenal dengan beberapa lagu patriotik, atau kalau di era 1980-an contohnya dilakukan oleh penyanyi Gombloh.

Sebagai tambahan, saat ini langka sekali lagu anak-anak dengan lirik yang sesuai dengan usia mereka.

Akibatnya, anak-anak malah jadi ketagihan menyanyikan lagu-lagu bertema cinta remaja, sesuatu yang sangat disayangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun