Ada judul berita yang menarik perhatian saya pada Kompas.id (5/3/2023) yang berbunyi: "China Tindak Bankir-Pejabat Hedonis". Kebetulan topik ini lagi hangat di negara kita.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan peringatan keras bagi para pejabat, agar mereka tidak memamerkan kekuasaan dan kekayaan.
Sebelum itu, Menteri Keuangan mengecam salah seorang bawahannya yang menjadi pejabat di Direktorat Jenderal Pajak.Â
Bahkan, pejabat dimaksud, yakni Rafael Alun Trisambodo, dicopot jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Ditjen Pajak.
Kecaman Sri Mulyani itu berawal dari viralnya gaya hidup anak dari Rafael, Mario Dandy Satriyo, dengan memamerkan mobil dan motor mewah.
Mario pun menjadi pelaku dalam kasus penganiayaan terhadap seorang remaja bernama David, putra dari pengurus pusat GP Ansor, hingga koma.
Sri Mulyani kemudian melarang klub motor gede (moge) yang beranggotakan pejabat dan pegawai di lingkungan Ditjen Pajak, karena dianggap sebagai pamer kemewahan.
Adapun pamer di kalangan anak muda yang semakin marak, tentu ada kaitannya dengan faktor lingkungan, yakni dengan meniru tingkah laku orangtuanya atau artis idolanya.
Ini juga dianggap sebagai bukti gagalnya pendidikan karakter atau budi pekerti di sekolah-sekolah. Sehinga, seseorang bukan dihargai dari prestasinya, tapi dari kekayaannya.
Masyarakat mengelu-elukan orang kaya, tanpa peduli apakah hartanya itu didapat dari cara halal atau haram.
Kembali pada berita di China, setelah saya telusuri dari sejumlah media daring, ternyata tidak hanya pejabat yang dilarang pamer kekayaan di media sosial.
Para selebritas pun mendapat larangan serupa. Rasanya tak banyak negara yang sampai membatasi cara para selebritas bergaya.
Kalau para pejabat dilarang pamer, tentu ada kaitannya dengan perilaku korupsi. Siapa tahu, harta yang dipamerkan berasal dari korupsi.
Tapi, kalau para artis, bukankah kecil kemungkinannya menyolong uang negara?Â
Ya, kalau di Indonesia artis Raffi Ahmad sering memperlihatkan mobil mewahnya, semua pada maklum.Â
Soalnya, konten media sosial Raffi punya pengikut yang sangat banyak dan bisa menangguk cuan yang banyak pula.
Tapi, kondisi Indonesia dan China tentu saja berbeda. Di negara kita, selebritas masih boleh pamer kekayaan.
Pemerintah China bisa bertindak gaya otoriter secara politik, meskipun secara ekonomi sudah menerapkan prinsip mengarah ke sistem kapitalis.
Saat ini, Komite Sentral Partai Komunis China memberikan perhatian yang besar terhadap pengawasan sektor keuangan dan pemantauan gaya hidup para eksekutifnya.
Pemantauan gaya hidup itu akhirnya melebar ke berbagai figur publik seperti para selebritas yang punya banyak pengikut di media sosial.
Kalau dipikir-pikir, mengingat tingkah laku selebritas banyak ditiru oleh jutaan penggemarnya, maka larangan di China itu ada baiknya diterapkan.
Jika regulasi seperti itu tak mungkin ditiru oleh pemerintah Indonesia, kita imbau agar para selebritas mengurangi aksi pamer kekayaan di akun media sosialnya.
Dengan demikian, kita berharap para remaja yang nota bene adalah generasi penerus bangsa, tidak diracuni oleh gaya hidup hedonis.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H