Tak terasa, bulun suci Ramadan telah tiba. Hari ini, Kamis (23/3/2023) merupakan hari pertama  berpuasa bagi umat Islam di Indonesia.
Setiap bulan puasa, betapa seringnya kita mendengar anjuran untuk berbuka puasa dengan yang manis-manis. Maksudnya, tentu makanan dan minuman yang manis.
Ada yang berpendapat, anjuran berbuka dengan yang manis itu berasal dari sunah Nabi Muhammad SAW.
Ternyata, menurut Guru Besar UIN Raden Mas Said Surakarta, Syamsul Bakri, "berbukalah dengan yang manis" bukan berasal dari hadis maupun sunah Nabi Muhammad (Kompas.com, 8/4/2022).
Lebih lajut, Syamsul mengatakan bahwa yang ada dalam hadis adalah "Berbukalah dengan kurma basah. Jika tak ada, maka dengan kurma kering. Jika tidak ada, dengan seteguk air."
Jadi, bagi mereka yang langsung menyantap kolak pisang sambil minum sirup, sebetulnya boleh-boleh saja.Â
Tapi, jangan merasa dengan cara berbuka seperti itu telah mengikuti ajaran Nabi Muhammad.
Lagipula, perlu sangat berhati-hati, ada bahaya mengintai di balik makanan manis dan minuman berpemanis.
Adapun kurma adalah sejenis buah, meskipun juga rasanya manis, tapi bukan produk olahan.Â
Maka, buah-buahan yang manis, yang masih segar dan bukan poduk pabrik, boleh saja sebagai pengganti kurma.
Secara kesehatan, makanan manis saat berbuka memang diperlukan, karena kadar gula sudah rendah sekali setelah berpuasa 13-14 jam.
Namun, mengonsumsi yang manis itu ada batasnya. Buah kurma pun kalau kebanyakan tidak dianjurkan.
Konsumsi makanan manis yang terus menerus tanpa diimbangi dengan makanan sehat dengan gizi seimbang, mengandung ancaman terkena penyakit diabetes.
Bayangkan, setelah berbuka dengan yang manis, berlanjut lagi dengan makanan kekinian yang juga banyak mengandung keju dan coklat.
Banyak pula yang menyantap makanan cepat saji seperti burger, donut, ayam dan kentang goreng, pizza, dan sebagainya.Â
Ditambah lagi dengan minuman es yang dilumuri susu kental, coklat, sirup, dan minuman yang mengandung pemanis lainnya.
Semua jenis makanan di atas, jika sudah menjadi gaya hidup, dalam arti tanpa memakan itu kita merasa kurang gaul, tunggu saja dampak negatifnya.
Seperti kita ketahui, tren makanan sangat dipengaruhi oleh apa yang sering ditampilkan di  media sosial.
Tanpa disadari, media sosial betul-betul signifikan dalam membentuk atau mengubah gaya hidup seseorang.Â
Banyak sekali konten di media sosial yang sering ditonton orang banyak, terutama anak muda dan remaja.Â
Di antara sekian banyak konten tersebut, konten yang berkaitan dengan kuliner atau hal di seputar makanan dan minuman, termasuk konten yang banyak penggemarnya.
Maka, Â penyakit pun mengintai gara-gara makanan. Jangan mengira diabetes hanya diidap oleh orang dewasa, karena sekarang juga banyak ditemukan kasus diabetes anak.
Apakah makanan dan minuman di atas menjadi biang keladi munculnya berbagai penyakit di kalangan anak muda, mungkin masih bisa diperdebatkan.
Tapi, jika sering makan makanan yang banyak mengandung unsur pemanis dan penyedap rasa, ditambah lagi dengan malas bergerak secara fisik, memang berisiko tinggi.
Bulan puasa bukan berarti kita tidak dianjurkan berolahraga. Justru kalau rebahan terus seperti yang dilakukan para remaja, akan semakin tidak sehat.
Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan, pada Januari 2023 terdapat peningkatan kasus diabetes anak sebesar 70 kali lipat dibandingkan kondisi pada tahun 2010.
Mari kita manfaatkan momentum bulan puasa untuk mengubah gaya hidup kita, dengan mempertimbangkan faktor kesehatan dari apa yang kita makan dan minum sehari-hari.Â
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H