Ketika Anies Baswedan mengakhiri tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2022 lalu, masa depan yang cerah seolah terbentang di depan matanya.
Betapa tidak, Partai Nasdem dengan penuh percaya diri mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres) yang akan diusungnya pada Pilpres 2024 mendatang.
Partai Nasdem tidak berjalan sendiri. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat langsung merapat dan bergaunglah wacana pembentukan Koalisi Perubahan.
Anies pun tak kalah percaya diri dan segera dengan penuh semangat melakukan safari politik ke berbagai penjuru tanah air.
Ternyata, dalam setiap lawatannya, relatif banyak pendukung Anies yang mengelu-elukannya dan meneriakkan "Presiden" kepada Anies.
Klop sudah, semuanya seperti sebuah jalan mulus bagi Anies dalam rangka mewujudkan keinginannya menjadi pelanjut kepemimpinan bangsa, pengganti Joko Widodo pada saatnya nanti.
Lagi pula, elektabilitas Anies menurut hasil survei sejumlah lembaga, selalu masuk 3 besar bersama Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Namun demikian, beberapa bulan berlalu setelah pendeklarasian oleh Nasdem itu tadi, terjadi hal yang seperti anti klimaks bagi Anies.
Sehingga, beberapa pengamat mulai meragukan, apakah nantinya Anies betul-betul jadi capres ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai membuka pendaftaran capres-cawapres?
Indikasinya adalah cukup banyak isu miring yang menerpa Koalisi Perubahan dan juga terhadap Anies secara pribadi.
Pertama, masih belum disepakatinya siapa cawapres yang akan mendampingi Anies, sehingga berpotensi mengurangi kekompakan antar ketiga partai anggota koalisi.
Diduga, baik Demokrat maupun PKS masih menginginkan kader partai masing-masing yang akan dijadikan cawapres.
Kedua, Nasdem yang merasa mulai ditinggalkan Presiden Jokowi, sepertinya ingin memulihkan hubungan baiknya.
Untuk itu, Nasdem tidak sungkan menyambangi partai lain, seperti menemui pimpinan Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Golkar.
Dengan demikian, ada kesan bahwa Nasdem juga mendukung Prabowo yang Ketua Umum Gerindra dan Airlangga Hartarto yang Ketua Umum Golkar.
Prabowo dan Airlangga merupakan politisi yang dekat dengan Presiden Jokowi. Jika Nasdem bekerjasama dengan Gerindra dan Golkar, ada harapan pulihnya hubungan dengan Jokowi.
Ketiga, melihat manuver Nasdem ke partai lain, PKS tak mau ketinggalan. PKS mendatangi Partai Golkar pada Selasa (7/2/2023) lalu.
Selain itu, PKS juga tengah berencana mendatangi partai lain seperti PKB dan Gerindra.
Beberapa media memberitakan bahwa ada kemungkinan PKS bergabung ke Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang beranggotakan Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Diduga, Partai Demokrat pun akan mendatangi partai lain selain anggota Koalisi Perubahan. Artinya, Koalisi Perubahan terancam layu sebelum berkembang.
Jika Koalisi Perubahan bubar, jelas pencapresan Anies juga sangat tipis kemungkinan terwujudnya.
Keempat, Anies sendiri secara pribadi juga terkena beberapa isu miring. Sebut saja soal utangnya kepada Sandiaga Uno saat menjadi cagub-cawagub DKI Jakarta 2017 lalu.
Demikian pula isu bahwa Anies belum pamit kepada Prabowo sewaktu selesainya masa jabatan sebagai gubernur dan berniat jadi capres.Â
Padahal, Prabowo adalah kingmaker keberhasilan Anies-Sandi pada Pilgub DKI Jakarta sebelumnya.
Paling tidak, ada satu lagi isu terkait Anies, yakni kemungkinan KPK menjadikan Anies sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Formula E.
Terhadap semua isu miring di atas, Anies sudah mengeluarkan bantahan bahwa ia tak seperti yang diisukan tersebut.Â
Namun demikian, sedikit banyak opini publik telah terpengaruh dengan isu-isu miring di atas.
Nasib Anies kelihatannya semakin tidak pasti. Tapi, poilitik itu sangat dinamis, kita tunggu saja seperti apa kelanjutannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H