Sekarang, meskipun pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berakhir, kondisi di perkantoran atau tempat lain yang lazim jadi tempat bekerja, sudah relatif normal kembali.
Pola kerja work from home (WFH) yang terpaksa dilakukan saat pandemi, sudah kembali ke pola work from office (WFO).
Dengan WFO, budaya kerja di suatu perusahaan atau organisasi lainnya, tentu lebih gampang terlaksana.
Saya lumayan lama berkarier di sebuah perusahaan berskala nasional (punya kantor cabang di semua kabupaten), yang bergerak di bidang keuangan.Â
Tanpa menyebutkan tempatnya, kisah di bawah ini adalah yang terjadi di perusahaan tempat saya bekerja tersebut.
Saya mengamati, sejak menerapkan budaya kerja yang baru di tahun 2001, ada banyak hal yang berubah menjadi jauh lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Larangan tak boleh merokok dalam ruangan apapun, merupakan hal yang paling cepat membawa dampak positif, karena para atasan yang perokok mampu memberi contoh.Â
Ingat, hal itu terjadi pada tahun 2001, saat di perusahaan atau instansi lain masih banyak karyawannya yang merokok di kantor.
Para karyawan yang tidak tahan, akan turun ke taman di halaman kantor untuk sekadar mengisap satu batang rokok.
Contoh kecil lainnya yang juga berhasil menjadi budaya baru dan hingga sekarang masih dilakukan, adalah kewajiban setiap unit kerja melakukan doa bersama setiap pagi saat jam kerja dimulai.
Doa pagi bersama dalam pola kerja WFH pun juga bisa dilakukan, tapi akan lebih efektif jika dilakukan dalam pola kerja WFO.
Di kantor pusat, setiap pagi akan berkumpul semua karyawan per bagian dengan personil setiap bagian sekitar 10-30 orang.
Acara doa bersama memakan waktu sekitar 15-30 menit, dimulai dengan briefing dari kepala bagian terkait tugas-tugas yang akan dilakukan di hari itu.
Semua karyawan, termasuk kepala bagian, dalam posisi berdiri dengan posisi melingkar. Setelah briefing, saatnya feedback dari bawahan, dan biasanya ditanya satu persatu oleh kepala bagiannya.Â
Masing-masing karyawan menggunakan kesempatan itu untuk melaporkan pekerjaannya yang telah dilakukannya, sehingga progress setiap bawahan akan terpantau.
Jika ada kendala atau keluhan karyawan, akan langsung ditanggapi oleh atasan dalam forum doa pagi bersama tersebut.
Kemudian, ketika penyampaian dari karyawan sudah selesai, baru salah seorang karyawan akan memimpin pembacaan doa.
Terakhir, forum doa pagi ditutup dengan bersama-sama meneriakkan yel-yel penyemangat. Yel-yel ini telah ditentukan dan berlaku di semua unit kerja.
Dengan acara doa pagi bersama, semua karyawan terpacu untuk tidak datang terlambat. Soalnya, atasan secara tak langsung akan tahu apakah ada anak buahnya yang belum datang.
Doa bersama pada hari-hari tertentu, bisa pula dilakukan untuk satu divisi, artinya beberapa bagian bergabung dalam doa bersama.
Hanya saja, bila jumlah karyawan terlalu besar, katakanlah di satu divisi ada 5 bagian, maka untuk menghemat waktu, tidak semua karyawan bisa ditanya satu persatu.Â
Kembali ke soal budaya kerja, ada banyak sekali hal yang diterapkan, dan doa bersama hanya satu dari puluhan hal itu.
Apakah karena berdoa atau bukan, yang jelas kinerja perusahaan yang tergambar dari perkembangan aset dan perolehan laba, selalu meningkat setiap tahun.
Menurut saya, dampak doa bersama cukup besar, karena setiap pagi di semua unit kerja ada semacam evaluasi ringkas dari atasan terhadap pekerjaan semua bawahannya.
Sehingga, fokus di setiap unit kerja untuk mencapai target akan selalu terjaga, karena itu tadi, dipantau setiap pagi dalam forum doa bersama.
Sebelum doa pagi bersama menjadi "ritual" wajib, evaluasi dari atasan hanya dilakukan di akhir minggu, atau bahkan hanya di akhir bulan.Â
Tentu, kalau evaluasi dilakukan tidak setiap hari, jika ada masalah akan terlambat pula dicarikan solusinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI