Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Rusuh Hoaks Penculikan Anak, 12 Warga Tewas di Wamena

27 Februari 2023   04:50 Diperbarui: 27 Februari 2023   07:14 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penculikan anak|dok. wisegeek.com, dimuat solopos.com

Kasus penculikan anak di negara kita, terutama yang terjadi di kota-kota besar, sebetulnya sudah terjadi sejak dulu, jauh sebelum ada media sosial.

Namun, yang dalam beberapa bulan ini terjadi, kasus penculikan anak terkesan lebih sering terjadi dan menyebar ke berbagai daerah.

Sayangnya, berita penculikan anak yang bertebaran di media sosial, perlu dicermati oleh si penerima pesan.

Jangan langsung menyebarkan pesan kepada sanak saudara dan teman-teman di media sosial, meskipun niatnya baik. 

Masalahnya, pesan itu bisa jadi hoaks. Akibatnya, niat baik itu tadi justru menimbulkan keresehan di tengah masyarakat.

Memang, tak dapat dipungkiri, ada beberapa kasus penculikan anak yang cukup menghebohkan dalam pemberitaan media massa.

Contohnya, yang terjadi di Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Desember 2022 lalu. Korbannya seorang anak perempuan usia 6 tahun, berinisial MA.

Nah, maraknya isu penculikan anak justru memunculkan kreativitas yang negatif dari sejumlah anak dan remaja di beberapa tempat.

Ada anak yang takut dimarahi orang tua karena terlambat pulang ke rumah, berani-beraninya mengarang cerita bahwa ia jadi korban penculikan yang beruntung bisa melarikan diri.

Hal di atas dilakukan dua anak SD di wilayah Kecamatan Gunung Sindur, Kabapeten Bogor, yang banyak diberitakan media, antara lain Merdeka.com (31/1/2023)

Modus yang relatif mirip terjadi pula di berbagai penjuru tanah air yang gampang dicari dengan mengetikkan kalimat "mengarang cerita jadi korban penculikan" di mesin pencari.

Terlepas dari itu, karena penculikan yang nyata-nyata terjadi memang marak, mungkin tidak sedikit pula orang yang termakan cerita karangan penculikan.

Mereka yang mengarang cerita, berarti mengikuti perkembangan soal penculikan anak dan cukup waspada agar hal yang sama tidak menimpa diri mereka.

Masalahnya, itu tadi, mereka terlalu "kreatif" dengan mengumbar skenario, yang kalau didalami akan ketahuan sebagai berita bohong.

Tidak itu saja, ada lagi yang membuat konten pura-pura mau menculik anak, agar kontennya viral. Ini terjadi di Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Expontt.com (15/2/2023) menuliskan bahwa ada 2 wanita berinisial JB dan JPK yang diperiksa polisi atas kasus sebuah video viral dua pengendara sepeda motor yang menakut-nakuti sejumlah anak SD.

Dalam video itu, para bocah yang mendapat ancaman akan ditangkap, terlihat langsung berlari ketakutan. Salah satu anak terlepas sandalnya dan ia tetap berlari.

Lalu, kedua wanita itu tertawa menyaksikan anak-anak itu lari ketakutan. Jadi, maksudnya memang untuk bercanda demi konten.

Tapi, karena hal itu membuat warga geram, aparat polisi pun bergerak cepat dengan memeriksa kedua wanita tersebut.

Akhirnya, dua wanita itu minta maaf pada masyarakat melalui video dan juga meminta maaf secara langsung pada orang tua yang anak-anaknya jadi korban bercanda yang kebablasan itu.

Nah, di antara berbagai isu tentang penculikan anak, agaknya kabar terbaru yang terjadi di Wamena, ibu kota Provinsi Papua Pegunungan, bisa disebut paling mengenaskan.

Seperti ditulis Detik.com (25/2/2023), kerusuhan terjadi di Wamena pada Kamis (23/2/2023) yang menewaskan 12 orang dan membuat sejumlah personel TNI dan polisi luka-luka.

Jumlah warga tewas ini awalnya dilaporkan 9, lalu 10, dan berita terakhir (Detik.com, 26/2/2023), korban tewas menjadi 12 orang.

10 orang di antara yang tewas tersebut dimakamkan di Wamena, dan sisanya diterbangkan ke Medan, Sumatera Utara.

Dilaporkan pula bahwa saat ini kondisi Wamena sudah mulai aman dan terkendali. Warga yang mengungsi di Polres dan Kodim sudah kembali ke rumah masing-masing.

Polres setempat sedang mendalami kasus tersebut dengan memerikasa 13 orang. Di antaranya 4 orang terindikasi menjadi penyebab terjadinya kerusuhan.

Kerusuhan itu sendiri bermula dari dihentikannya mobil penjual kelontong oleh dua warga di Sinakma, Kota Wamena. Mobil dihentikan lantaran dicurigai melakukan penculikan anak.

Kapolres Wamena langsung menuju tempat kejadian perkara (TKP) untuk bernegosiasi dengan massa dan meminta agar permasalahan diselesaikan di Polres.

Pada saat negosiasi di Polres, ada sekelompok orang yang berteriak dan menyerang anggota. Hal ini memicu perlawanan massa dengan aparat kepolisian.

Selain menyerang petugas, massa juga melakukan pembakaran terhadap kios-kios milik warga di Sinakma.

Orang yang dituduh menculik anak berhasil diamankan kepolisian setempat, meskipun massa meminta agar orang itu dilepaskan untuk dihakimi massa.

Dari hasil penyelidikan, polisi memastikan bahwa isu penculikan anak itu tidak benar alias hoaks.

Betapa mahalnya kasus hoaks di Wamena tersebut. 12 nyawa melayang sia-sia, belum lagi yang luka, kios yang terbakar, dan warga yang mengungsi.

Semoga warga di manapun juga agar lebih berhati-hati dalam menyikapi isu penculikan anak.

Jangan langsung tersulut emosi dengan menyebarkan isu tersebut. Cek dulu kebenarannya.

Apalagi, tindakan main hakim sendiri, jelas-jelas tindakan melawan hukum yang bisa berbuntut panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun