Ide lama yang sempat menghilang terkait pengendalian lalu lintas di DKI Jakarta, sekarang kembali digaungkan. Ide dimaksud adalah penggunaan sistem Electronic Road Pricing (ERP).
Dengan aturan ERP, beberapa ruas jalan akan berbayar meskipun bukan jalan tol. Nantinya akan ada perangkat elektronik yang dipasang dalam kendaraan.
Perangkat tersebut akan terhubung dengan perangkat lain di gerbang masuk jalan berbayar. Setiap melintas di jalur ERP, saldo di perangkat yang ada dalam kendaraan, otomatis berkurang.
Sudah cukup lama ide ERP ini timbul tenggelam, yakni sejak Sutiyoso masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Ketika itu ERP dinilai oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta akan efektif untuk mengatasi masalah kemacetan di ibu kota, sebagai pengganti program "3 in 1"
Tapi, seperti diketahui, akhirnya ketentuan "ganjil genap" yang diberlakukan sampai sekarang.
Pada sistem "3 ini 1", kendaraan yang melewati ruas jalan tertentu harus minimal berisi 3 orang. Tujuannya, jangan setiap orang membawa kendaraan sendiri, tapi bisa saling bergantian nebeng.
Namun, yang muncul justru para joki 3 in 1, yakni mereka yang menawarkan jasa ikut menumpang menjelang masuk ruas jalan tertentu, dengan imbalan uang.
Sedangkan pada sistem ganjil genap, kendaraan bernomor polisi yang angka belakangnya genap dibolehkan melewati ruas jalan tertentu pada tanggal genap, dan sebaliknya pada tanggal ganjil.
Kapasitas jalan yang sangat tidak seimbang dengan jumlah kendaraan yang mengalami penambahan setiap tahunnya, menjadi penyebab utama macetnya jalanan di Jakarta
Logikanya, dengan kemacetan parah tersebut, akan banyak pengendara kendaraan pribadi yang pindah jadi pemumpang KRL atau Transjakarta pada jam berangkat dan pulang kerja.