Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengenal 5 Jenis Korupsi Politik, Bisakah Dilenyapkan?

11 Januari 2023   05:43 Diperbarui: 11 Januari 2023   05:43 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. Basith Subastian/Detik.com

Meskipun Pemilu 2024 masih relatif lama, tapi hiruk pikuk aksi para politisi di negara kita sudah begitu sering terlihat, bagaikan bersahut-sahutan.

Tentu saja setiap aksi tersebut akan menggelinding jauh karena ramai diberitakan di media massa dan juga media sosial.

Ya, hal itu wajar-wajar saja, mengingat jika suatu partai politik terlambat bergerak dibanding pesaingnya, mungkin akan merasa rugi.

Tidak masalah sebetulnya, gerak cepat seperti itu. Tapi, kita berharap agar para politisi bisa bermain dengan bersih, tidak mengarah melakukan korupsi politik.

Tentang korupsi politik, kita tentu sudah akrab dengan isitilah politik uang (money politic), yang artinya adalah upaya mempengaruhi perilaku pemilih dengan imbalan uang.

Jelas, politik uang pada dasarnya sesuatu yang tak bisa dibenarkan. Namun, dalam praktiknya ternyata sulit dihilangkan sama sekali.

Padahal, politik uang boleh dikatakan hanya salah satu jenis dari berbagai tindakan korupsi politik. 

Jika korupsi yang tak terkait politik saja harus kita berantas, apalagi korupsi di bidang politik yang dampaknya menyangkut hajat hidup orang banyak.

Mantan Hakim Agung RI, almarhum Artidjo Alkostar, pernah mengatakan korupsi politik lebih berbahaya dari korupsi biasa.

Alasannya, korupsi politik adalah pelanggaran hak asasi rakyat. Dampaknya, hak-hak strategis rakyat bisa terenggut.

Korupsi politik itu sendiri cukup luas dijelaskan dalam laman Pusat Edukasi Antikorupsi (aclc.kpk.go.id).

Jika kita ingin mengenal secara lebih lengkap rupa-rupa korupsi, paling tidak ada 5 jenis sebagai berikut.

Pertama, korupsi politik dalam bentuk penyuapan. Demi merebut atau mempertahankan kekuasaan, seorang politisi bisa saja menyuap lembaga yang berkaitan dengan pemilu.

Pada pemilu dengan sistem proporsional tertutup, politisi boleh jadi menyuap pimpinan partai agar ditempatkan pada nomor jadi (nomor kecil) pada daftar caleg di partai tersebut.

Dengan nomor kecil, tentu peluangnya untuk terpilih menjadi anggota legislatif menjadi lebih besar.

Kedua, korupsi politik melalui perdagangan pengaruh (trading of influence). Dalam hal ini, seorang pejabat atau seorang politisi menggunakan pengaruh politik atau pengaruh jabatannya.

Tujuannya untuk mengintervensi sebuah keputusan agar menguntungkan pihak tertentu, bukan untuk kepentingan rakyat banyak.

Ketiga, korupsi politik dengan melakukan jual beli suara. Bagi-bagi uang pada warga calon pemilih di pagi hari sebelum pencoblosan, atau lazim disebut serangan fajar, diduga sering terjadi.

Apalagi, dalam pemilu dengan sistem proporsional terbuka, di mana pemilih memilih nama seorang calon, akan rawan dengan serangan fajar.

Dengan sistem terbuka, meskipun seorang caleg dapat nomor urut buncit, tetap berpeluang jadi anggota legislatif jika banyak yang memilih.

Keempat, korupsi politik dalam bentuk nepotisme/patronage. Ini penyakit lama di negara kita yang sebetulnya dicoba dibasmi dengan tumbangnya Orde Baru.

Namun, hingga saat ini pun nepotisme diperkirakan masih banyak terjadi, yakni memberi keistimewaaan bagi keluarga atau kerabat dalam kekuasaan politik, baik eksekutif maupun legislatif.

Kelima, korupsi politik dalam bentuk pembiayaan kampanye. Cukong politik bersedia saja memberi dana untuk keperluan kampanye seorang politisi.

Tapi, tentu "tidak ada makan siang gratis". Nantinya, si cukong akan menerima berbagai keistimewaan sebagai balas jasa setelah si politisi berkuasa.

Pertanyaannya, bisakah korupsi politik lenyap dari negara kita tercinta? Mungkin sulit untuk hilang sama sekali.

Namun, dengan integritas yang tinggi dari semua perangkat yang berkaitan aktivitas politik, korupsi politik harusnya bisa berkurang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun