Untuk sementara, unjuk rasa para pekerja terkait dengan penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, terlihat mereda.
Justru, agak di luar dugaan, yang belakangan melakukan unjuk rasa adalah para kepala desa. Ironisnya, mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kades.
Tulisan ini lebih fokus pada permasalahan yang dihadapi dalam bidang ketenagakerjaan sekarang ini, dengan mencoba melihat apakah ada titik temu antara kepentingan pengusaha dan pekerja.
Meskipun tidak lagi marak aksi demonstrasi, sebetulnya Perppu Cipta Kerja masih berpotensi menjadi "bom waktu".
Diduga, di kalangan serikat pekerja, ketentuan dimaksud masih menjadi pembahasan hangat.
Memang, Â pemberitaan tentang tuntutan para pekerja tenggelam dengan berita lain, terutama berita politik menuju Pilpres 2024.
Namun, poin-poin keberatan para pekerja perlu dicarikan solusi yang pas, agar produktivitas di masing-masing perusahaan tetap terjaga.
Seperti diketahui, Perppu Cipta Kerja dipakai pemerintah sebagai "senjata" untuk menghadapi ketidakpastian global yang diperkirakan masih berlanjut sepanjang tahun 2023.
Dengan perrpu tersebut diharapkan perekonomian dalam negeri akan bergairah dengan tumbuhnya investasi, produksi dari dunia usaha dan konsumsi masyarakat.
Masalahnya, di mata para pekerja, ketentuan Cipta Kerja terlalu berpihak pada pengusaha.
Salah satu masalah krusial di mata pekerja menyangkut pekerja alih daya (outsourcing) yang diperlakukan seperti warga kelas bawah di perkantoran atau tempat bekerja lainnya.