Hari ini kita semua merayakan Tahun Baru 2023. Bisa jadi mereka yang tadi malam ikut begadang, pada pagi 1 Januari 2023 ini masih tidur nyenyak.
Begadang pada malam melepas tahun lama dan menyambut tahun baru, memang sudah menjadi tradisi di mana-mana di seluruh dunia
Apalagi, di Indonesia pemerintah telah mengumumkan tidak lagi memberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).
Seperti diketahui, hampir selama 3 tahun terakhir ini, untuk mengendalikan pandemi Covid-19, masyarakat dibatasi aktivitasnya di luar rumah.
Kalaupun ada yang beraktivitas di luar rumah, harus memenuhi berbagai ketentuan, seperti diukur suhu tubuh, memakai masker, dan sebagainya.
Jadi, perayaan tahun baru 2023 adalah perayaan pertama yang sifatnya sudah kembali normal. Berbeda dengan perayaan tahun baru 2021 dan 2022 yang relatif sepi.
Prediksi cuaca ekstrem akhir tahun ternyata tidak menyurutkan minat sebagian besar masyarakat untuk merayakannya secara meriah.
Banyak anggota masyarakat yang menonton acara panggung hiburan, yang berwisata keluar kota, dan yang melakukan tasyakuran di masjid.
Tapi, ada pula yang beraktivitas di halaman rumah sendiri dengan melakukan barbeque atau panggang daging, dengan mengundang teman akrab.
Mereka yang tidak tertarik melakukan kegiatan di luar rumah, ya cukup menikmati acara televisi atau bermain media sosial.
Terlepas dari apapun bentuk perayaan akhir tahun yang dilakukan, akhirnya kita harus menyadari bahwa sekarang kita sudah menginjak hari pertama di tahun 2023.
Orang bijak atau motivator ada yang mengatakan bahwa tahun baru bisa diibaratkan dengan halaman pertama dari sebuah buku kosong setebal 365 halaman.
Namun, mari kita resapi atau kita cermati, betulkah perumpamaan buku kosong tersebut?
Artikel ini tidak bermaksud mendebat, tapi hanya ingin melihat dari perspektif lain. Maka, dalam hal ini, tahun baru ibarat buku kosong tidak sepenuhnya tepat.
Soalnya, buku lama yang telah penuh kita tulis, ada tulisan indah, dan ada pula tulisan yang jelek serta acak-acakan, bukan buku yang bisa kita lenyapkan begitu saja.
Tulisan-tulisan lama itu tetap terbawa dan bahkan menjadi "saldo baru" pada halaman pertama buku kosong edisi 2023.
Jadi, ibarat buku tabungan, saldo per 31 Desember 2022 merupakan ujung perjalanan dan bersifat akumulatif dari sejak kita pertama menabung.
Saldo kita setiap hari bisa saja bertambah, terkadang juga berkurang. Tapi, pada akhirnya, anggaplah per akhir 2022 di buku tabungan kita tercatat saldo sebesar Rp 12.345.678, 90.
Nah, pada buku tabungan yang baru yang dicetak khusus untuk periode 2o23, pada halaman pertama  sudah tercantum saldo pindahan dari yang lalu sebesar angka di atas.
Demikian juga apa yang kita perbuat sejak kita akil baligh hingga hari ini, semuanya tak bisa dihapus, dan bahkan selalu berakumulasi.
Ada akumulasi perbuatan baik yang mendapat pahala, dan di sisi lain ada pula akumulasi perbuatan buruk yang mendapat dosa.
Saldo akumulasi di atas akan terbawa ke halaman pertama buku yang katanya kosong tersebut.
Nah, sekarang pilihannya ada pada masing-masing kita. Mau kita tulis apa saja di buku kosong itu?
Bila saldonya ingin positif yang besar, maka perbauatan baik harus jauh lebih besar dari perbuatan buruk.
Bila yang terjadi sebaliknya, maka saldonya akan negatif (minus), dalam arti perbuatan baik tidak cukup banyak untuk mengalahkan perbuatan buruk.
Apa saja contoh perbuatan baik, rasanya tak perlu diuraikan di artikel sederhana ini, toh kita semua sudah tahu.
Masalahnya, sekadar tahu saja belum cukup, tapi harus dilakukan dengan konsisten.
Begitu saja, semoga artikel ini bermanfaat. Selamat Tahun Baru 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H