Jika dalam satu partai ada dua orang yang menyatakan siap untuk menjadi capres, tentu menjadi ujian tersendiri bagaimana mempertahankan kekompakan antar pengurus partai.
Misalnya, pada partai terbesar saat ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dua nama yang berpotensi untuk diusung menjadi capres adalah Puan Maharani dan Ganjar Pranowo.
Meskipun Ganjar jauh lebih unggul menurut hasil survei elektabilitas dari sejumlah lembaga survei, Puan yang merupakan putri dari Ketua Umum PDIP Megawati punya posisi yang lebih kuat.
Mekanisme di PDIP sudah jelas, ketua umum punya hak prerogatif dalam memutuskan siapa kadernya yang akan diusung.
Nah, sekarang hal yang agak mirip, meskipun tidak persis sama, terjadi di Partai Gerindra.
Sebetulnya, Partai Gerindra sudah mantap mendeklarasikan ketua umumnya sendiri, Prabowo Subianto, sebagai capres untuk Pilpres 2024 mendatang.
Ini merupakan capres yang ketiga kalinya bagi Prabowo, setelah pada dua kali pilpres sebelumnya, takluk dari orang yang sama, Joko Widodo.
Tampaknya, untuk pilpres kali ini, Gerindra sangat optimis Prabowo bakal menduduki kursi RI-1.
Hal itu ditunjang oleh tingkat elektabilitasnya yang stabil masuk jajaran 3 besar menurut versi beberapa lembaga survei.
Tiga besar dimaksud adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. Bahkan, ada lembaga survei yang menempatkan Prabowo pada peringkat 1.
Namun demikian, Gerindra sepertinya dihadapkan pada masalah baru, karena manuver politik yang berpotensi menimbulkan "matahari kembar" di tubuh partai.