Akibatnya, tiras koran tersebut menurun dan diduga tidak lagi mampu menutupi biaya operasional pencetakan dan pendistribusian koran.
Alasan kegagalan pengkaderan pembaca juga dialami oleh media cetak yang lebih dulu bangkrut sebelum Republika.
Soalnya, seperti telah dipaparkan di atas, dengan adanya internet, anak muda dan para remaja lebih familiar dengan media sosial, dan merasa tak membutuhkan media cetak.
Kalaupun mereka membutuhkan berita tertentu, akan didapatnya dengan gampang dari media daring.
Disadari atau tidak, kehadiran Republika ada kaitannya, meskipun tidak secara langsung, dengan koran terbesar di tanah air, Kompas.
Ada sentimen keagamaan yang bermain sewaktu Republika lahir. Kompas dianggap sebagai koran yang paling berpengaruh karena menjadi referensi para eksekutif, termasuk bagi pejabat negara.
Harus diakui, berita dan opini di harian Kompas cukup lengkap, akurat, dan analisisnya tajam.
Lagipula, dengan pengalamannya terbit sejak 28 Juni 1965, Kompas sudah punya kebijakan keredaksian yang teruji.
Kesejahteraan jurnalis Kompas termasuk tinggi, sehingga mereka menulis dengan nyaman.
Larangan menerima "amplop" dipatuhi oleh segenap keluarga besar Kompas, karena risikonya bisa langsung dipecat kalau melanggar.
Masalahnya, sebagian pihak menilai Kompas bukan menyuarakan aspirasi umat Islam. Inilah yang coba dijawab oleh Republika.