Hubungan antara dua negara yang di masa lalu dalam posisi penjajah dan wilayah jajahannya, bisa dikatakan sebagai hubungan yang ngeri-ngeri sedap atau hubungan benci tapi rindu.
Apalagi, bila wilayah jajahan tersebut berhasil meraih kemerdekaan sebagai negara yang berdaulat penuh, dengan terlebih dahulu berperang sekian lama mengusir penjajah.
Jelas, aroma balas dendam sedikit banyaknya sangat mungkin mewarnai hubungan kedua negara hingga sekarang.
Terlepas dari keuntungan besar yang dikeruk penjajah dari wilayah jajahannya, banyak pula peninggalan masa kolonial yang sekarang menjadi kebanggaan negara yang dulu terjajah itu.
Di Indonesia sebagai misal, banyak sekali gedung megah yang masih berdiri kokoh, di antaranya adalah yang sekarang menjadi Istana Negara di Jakarta.
Betatapun dulu Indonesia membenci Belanda, faktanya banyak sekali warisan Belanda, termasuk sistem pendidikan dan kebudayaan, yang bermanfaat bagi kemajuan Indonesia.
Belanda hingga sekarang masih menjadi salah satu negara yang banyak didiami diaspora Indonesia. Artinya, mereka mencari nafkah dan beranak pinak di negeri kincir angin itu.
Nah, sekarang kita beranjak ke Maroko. Negara yang terletak di ujung barat wilayah Afrika Utara itu, pernah dijajah Perancis cukup lama.
Tepatnya, berdasarkan Traktat Fez, kedaulatan Maroko diserahkan kepada Perancis pada 1912.
Sejak itu, Maroko menjadi wilayah protektorat Perancis yang berakhir pada 2 Maret 1956, saat Maroko menyatakan kemerdekaan.
Namun demikian, Maroko bukan berbentuk republik seperti Indonesia. Hingga sekarang Maroko masih menganut sistem kerajaan.