Cucu saya tak henti-hentinya menjadi sumber inspirasi saya dalam menulis. Ini mungkin sudah tulisan yang keempat atau kelima yang lahir karena mengamati tingkah laku sang cucu tercinta.
Satu-satunya cucu saya itu sekarang masih berumur 11 bulan. Hari demi hari kepintarannya semakin bertambah.
Sejak sebulan terakhir ini, ada beberapa tayangan televisi yang diresponnya dengan baik, dalam arti memperhatikan dengan tatapan antusias.
Pertama, bila di layar kaca berkumandang suara azan, ia akan diam tapi menyimak, seperti yang juga kami lakukan di rumah.
Kedua, ini yang jadi sumber tulisan, yakni ia akan bergerak lincah menggoyang-goyangkan kepala mendengar lagu iklan (jingle) produk tertentu yang berirama cepat.
Memang, jika kita amati, tak sedikit lagu iklan yang sangat populer, mungkin tak kalah populer dengan lagu sebenarnya (bukan iklan).Â
Biasanya, lagu iklan yang populer adalah yang iramanya yang enak didengar, liriknya yang gampang diingat, dan sering diputar, sehingga iklan tersebut menancap di benak pemirsa.
Tapi, soal apakah suatu iklan sering diputar, paling tidak berkaitan dengan tiga hal berikut ini:
Pertama, tinggi rendahnya rating acara televisi. Acara dengan rating tinggi lazimnya akan dibanjiri iklan.
Kedua, kecocokan produk yang diiklankan dengan acara televisi. Misalnya, acara sinetron yang digemari ibu-ibu rumah tangga, cocok dengan iklan produk peralatan rumah tangga.
Ketiga, besar kecilnya anggaran dari perusahaan yang akan memasang iklan. Seperti diketahui, iklan di televisi relatif mahal tarifnya.
Jingle berbeda dengan lagu pada umumnya, karena durasinya yang sangat pendek, hanya sekitar 30 detik.
Jika lagunya panjang, jelas akan lebih mahal membayar ke stasiun televisi yang memutar iklan tersebut.
Apalagi, kalau iklan dipasang pada prime time, yakni pada jam-jam tertentu yang jumlah pemirsa televisi paling banyak.
Sekarang, banyak pula iklan yang disisipkan pada berbagai tayangan streaming video melalui aplikasi media sosial tertentu.
Artinya, pemasang iklan perlu jeli di media mana sebaiknya memasang iklan, karena terdapat beberapa pilihan.Â
Tentu, media yang banyak ditonton oleh masyarakat, terutama segmen yang disasar oleh suatu iklan, yang akan dicari pemasang iklan.
Sementara itu, manajemen media televisi perlu waspada, sekarang ini pesaingnya bukan hanya sesama stasiun televisi, tapi juga aplikasi di media sosial.
Kembali ke jingle iklan, dengan durasi pendek bukan berarti gampang bagi seorang komposer menciptakan jingle.
Pemilihan lirik harus tepat, agar pesannya sampai ke pemirsa, yakni membuat produk yang diiklankan lebih dikenal.
Kalau sudah dikenal, harapannya tentu akan mendongkrak omzet penjualan produk atau jasa tersebut.
Irama jingle pun harus semenarik mungkin atau easy listening, sehingga pemirsa yang akan mengganti channel gara-gara acara yang ditontonnya terpotong iklan, mengurungkan niatnya.
Seberapa besar pengaruh positif iklan dalam mendongkrak penjaualan produk yang diiklankan?
Agak sulit diukur secara akurat, tapi pastilah ada pengaruh jingle iklan yang baik terhadap omzet penjualan.
Soalnya, dengan iklan yang menarik, akan menjadi merek yang langsung teringat (top of mind) di benak konsumen.
Umpamanya, ketika musim hujan seperti sekarang ini, mengakibatkan rumah bocor, otomatis teringat satu merek yang sering muncul di iklan sebagai produk pelapis atap bocor.
Maka, produk itu mungkin segera kita beli. Tapi, hati-hati, ketika komsumen sudah punya pengalaman bahwa produk tersebut tidak sebagus yang diiklankannya, pengaruh iklan pun jadi kecil.
Kesimpulannya, jingle iklan yang baik adalah hal yang penting. Tapi, itu saja tidak cukup dan yang tak kalah penting, mutu produk dan mutu pelayanan harus sebagus yang diiklankan.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H