Saya dan istri punya profesi baru setelah masing-masing kami pensiun dari pekerjaan formal. Profesi baru tersebut adalah jadi MC.
Bukan, maksudnya bukan master of ceremony alias pembawa acara yang sering kita lihat di layar kaca itu.
Tapi, MC tersebut adalah momong cucu. Itu terjadi setelah kami punya cucu pertama (untuk saat ini masih satu-satunya) sejak Januari 2022 lalu.
Artinya, cucu tercinta kami saat saya menulis artikel ini sudah berusia 11 bulan. Cucu perempuan kami itu lagi lincah-lincah dan lucu-lucunya.
Betul-betul jadi hiburan, bukan beban. Kenapa saya ingin tegaskan sebagai bukan beban?
Soalnya, ada beberapa teman yang memprovokasi saya ketika saya bercerita sekarang sehari-hari bertugas sebagai MC.
Katanya, keterlaluan sekali anak yang tega-teganya menjadikan orangtuanya sendiri menjadi semacam asisten rumah tangga (ART).
Orang tua yang sudah pensiun seperti saya, sudah saatnya bersantai-santai saja. Kalau perlu berwisata ke berbagai destinasi terkenal.
Ya, iya juga sih, saya tak membantah pendapat si teman. Tapi, jujur, bukan membela diri, saya dan istri malah merasa terhibur saat bermain dengan cucu.
Tentu, saya juga ingin bepergian dan tidak terikat langkahnya gara-gara terpaksa jadi MC.
Tidak, kami tidak merasa terpaksa jadi MC. Kalau misalnya, kami ada keperluan ke tempat lain, ya tugas MC kami lepaskan.