Hanya saja, jatah Asia (dalam hal ini termasuk Australia yang telah bergabung dengan Konfederasi Sepak Bola Asia sejak 2006), hanya 6 negara.
Artinya, China belum masuk 6 besar. Namun, jangan bandingkan dengan Indonesia yang peringkatnya jauh di bawah China.
Sebetulnya, pada tahun 2002 China pernah tampil di Piala Dunia yang berlangsung di Korea Selatan dan Jepang.Â
Sayangnya, China gagal meraih poin di fase grup karena kalah melulu, masing-masing dari Turki, Kosta Rika dan Brasil.
Setelah itu, China tak pernah lagi lolos ke Piala Dunia, meskipun punya proyek ambisius dengan memperbanyak sekolah dan lapangan sepak bola.
China ingin sekali jadi pusat kekuatan sepak bola dunia, lebih lagi karena Presidennya Xi Jinping adalah seorang penggila bola, berbeda dengan pemimpin-pemimpin China sebelumnya.
Di Piala Dunia 2022, China hadir melalui berbagai perusahaan yang menjadi sponsor, seperti Vivo, Wanda Group, Hisense, dan Mengniu Diary.
Pertanyaan berikutnya, kalau China yang sudah punya program yang terpadu masih belum berhasil, bagaimana dengan nasib Indonesia?
Tak cukup hanya sekadar punya seorang pelatih sekelas Shin Tae Yong, tanpa memperbanyak sarana seperti lapangan dan sekolah sepak bola yang memenuhi standar.
Tak cukup pula dengan kondisi liga domestik yang seperti ini, sering terhenti karena berbagai kasus.
Terakhir, seperti kita ketahui, terjadi Tragedi Kanjuruhan yang membawa korban tewas lebih dari 100 orang yang merupakan suporter Arema FC.