"Kami bukan model, bukan konten, tapi kami membutuhkan bantuan. Mana bantuannya," kata warga tersebut.
Memang, ada fenomena yang cukup meresahkan sejak media sosial begitu marak dalam beberapa tahun terakhir ini.
Banyak orang yang mengunjungi lokasi bencana, tapi dengan tujuan membuat konten, baik foto maupun video.
Konten tersebut akan disebarkan di akun media sosial, seolah menjadi kebanggaan bahwa si pembuat konten sudah lebih dulu sampai di lokasi bencana.
Bukankah itu sangat melukai hati warga yang menjadi korban bencana, bahwa mereka hanya objek penderita?
Bahkan, sangat mengenaskan melihat jalanan jadi macet, sebagian karena banyak kendaraan yang parkir untuk mengambil foto.
Justru, gara-gara kemacetan itu, kendaraan yang betul-betul membawa bantuan jadi terhambat.
Bupati Cianjur sudah mengimbau warga untuk berhenti menjadikan lokasi gempa bumi Cianjur sebagai tempat wisata (Tribunnews.com, 27/11/2022).
Diharapkan mereka yang datang lebih memperlihatkan empatinya terhadap korban, antara lain dengan memberikan bantuan.
Bukan sama sekali tidak boleh berfoto. Warga sadar mana foto yang harus ada, dan mana yang hanya sekadar untuk konten yang akan dipamerkan di media sosial.
Memang, sejumlah donatur meminta ada foto sebagai dokumentasi yang membuktikan donasinya sudah diserahkan.