Biasanya, banyak orang di negara kita yang tiba-tiba baru menyadari pentingnya mengikuti program asuransi tertentu, setelah terjadi suatu bencana.
Tapi, tentu saja sudah terlambat, jika saat bencana terjadi, ternyata aset yang kita miliki belum dilindungi oleh asuransi yang berkaitan dengan kepemilikan aset tersebut.
Hanya saja, daripada tidak sama sekali, lebih baik terlambat. Paling tidak, jika nanti ada musibah lagi dan aset kita sudah diasuransikan, maka kita bisa mengajukan klaim.
Seperti yang baru-baru ini terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Betapa banyaknya bangunan yang hancur, bahkan tak sedikit yang rata dengan tanah, akibat bencana gempa bumi.
Memang, dari berita yang beredar di media massa, akan ada semacam bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki bangunan yang rusak.
Terlepas dari itu, sekiranya di antara bangunan yang hancur itu ada yang diasuransikan, maka tentu pemiliknya merasa lebih tenang.
Perlu diketahui, secara geografis negara kita termasuk yang rawan bencana alam.
Tidak saja gempa bumi (yang sebagian di antaranya berlanjut dengan tsunami), tapi juga bencana letusan gunung berapi.
Adapun di kawasan perkotaan, bencana banjir dan tanah longsor, lumayan sering terjadi.
Belum lagi risiko yang bukan bencana alam, tapi karena kelalaian, seperti musibah kebakaran.
Intinya, terhadap aset properti yang kita miliki, ada sejumlah risiko yang harus kita antisipasi, atau dalam istilah manajemen risiko disebut sebagai upaya mitigasi.
Nah, salah satu bentuk mitigasi risiko adalah mengasuransikan properti yang kita miliki.
Tapi, bagi nasabah asuransi harus jeli membaca kontrak atau perjanjian yang tercantum dalam polis asuransi.
Jika yang kita asuransikan hanya untuk jenis asuransi kebakaran, maka jelas tidak mungkin mengklaim ketika terjadi gempa.
Memang, idealnya kita mengasuransikan properti untuk kategori all risk.
Artinya, musibah apapun, katakanlah kebakaran, banjir, gempa, tanah longsor, dan sebagainya, sudah di-cover asuransi.
Masalahnya, pasti preminya mahal untuk kategori all risk tersebut. Apalagi bila jangka waktunya untuk beberapa tahun, akan lebih mahal lagi.
Dan sekiranya tidak terjadi apa-apa, lalu jangka waktu asuransi telah berakhir, atas premi yang dibayar ke pihak asuransi tersebut, menjadi hilang begitu saja.
Maksudnya, tidak seperti tabungan di bank yang bisa diambil, atau tidak ada istilah cashback.
Jadi, plus minus ikut asuransi sudah bisa disimpulkan. Sisi minusnya adalah biaya premi yang relatif besar, terutama bagi masyrakat kelas menengah ke bawah.
Adapun plusnya adalah timbulnya rasa aman, sewaktu-waktu terjadi bencana bisa mendapat ganti kerugian.
Namun, pastikan kita memilih perusahaan asuransi yang terpercaya, dengan melihat track record, apakah ada pengaduan nasabah terdahulu, terutama terkait sulitnya mengajukan klaim.
Soalnya, ada perusahaan asuransi yang sangat rajin dan ramah saat menagih premi ke nasabah, tapi terkesan mempersulit ketika nasabah mengajukan klaim.
Ada baiknya pihak asuransi lebih aktif melakukan sosialiasi kepada masyarakat terkait seluk beluk asuransi, karena pada umumnya masyarakat kita belum banyak yang betul-betul memahami.
Tapi, sosialisasi itu tidak terlalu bersifat promosi. Namun, harus lengkap menjelaskan hak dan kewajiban nasabah, serta manfaat dan risikonya bagi nasabah.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H