Ketika Presiden Joko Widodo menjadi buah bibir media internasional berkat kesuksesan KTT G20 Bali pada pertengahan November lalu, di negara tetangga kita, Malaysia, tengah sibuk menghadapi pemilu.
Sistem di Malaysia membolehkan pemilu dilakukan lebih cepat dari jadwal semula, setelah terjadi perpecahan di parlemen antar sesama partai pendukung Perdana Menteri (PM) Ismail Sabri.
Maka, meskipun Ismail baru 14 bulan duduk di kursi PM, pemilu pun digelar pada Sabtu (19/11/2022) yang lalu.
Hanya saja, hasilnya malah membuat terjadi kebuntuan politik. Tak satu partai pun yang meraih 112 kursi dari 222 kursi parlemen yang diperebutkan.
Artinya, tak ada partai yang bisa membentuk pemerintahan sendiri tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Pakatan Harapan yang dinakhodai politisi senior Anwar Ibrahim, tampil sebagai pemenang, tapi hanya meraih 82 kursi.
Peringkat kedua ditempati Perikatan Nasional yang dipimpin mantan PM Muhyiddin Yassin dengan 73 kursi.
Ironisnya, Ismail Sabri dari Barisan Nasional hanya mendapat 30 kursi. Inilah perolehan terburuk Barisan Nasional, karena dulu sangat lama berkuasa seperti Golkar di Indonesia masa Orde Baru.
Namun demikian, Barisan Nasional menjadi rebutan antara pihak Anwar dan Muhyiddin untuk diajak berkoalisi.
Sayangnya, koalisi gagal tercipta, sehingga akhirnya siapa yang akan jadi PM diserahkan kepada Raja Malaysia.
Hingga tulisan ini diketik, Raja Malaysia masih belum memutuskan siapa yang akan jadi PM.