Tewasnya satu keluarga yang terdiri dari 4 orang di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, masih belum terungkap apa yang menjadi penyebabnya.Â
Para korban ditemukan dalam kondisi mengering dan membusuk. Diperkirakan, korban-korban tersebut sudah cukup lama meninggal dunia.
Tidak ada tanda-tanda penganiayaan secara fisik terhadap korban. Keempatnya diduga meninggal tidak secara bersamaan.Â
Pada saat ditemukan, tidak ada anggota keluarga di rumah itu yang masih hidup. Penemuan mayat itu berawal dari bau yang sangat menyengat.Â
Seorang petugas PLN yang lewat di sekitar lokasi dan curiga ada sesuatu, melaporkannya kepada Ketua RT setempat.
Seperti ditulis tvonenews.com (13/11/2022), Ketua RT yang bernama Asiung mengajak sejumlah warga untuk mengecek secara langsung keadaan di dalam rumah yang menjadi sumber bau itu.
Keempat jasad dimaksud terdiri dari seorang bapak berinisial RG (71 tahun), anak berinisial DF (42), ibu berinisial KM (66) dan paman berinisial DG (68).
Satu keluarga tersebut jarang berinteraksi dengan tetangganya maupun dengan warga di sekitar rumahnya di Komplek Perumahan Citra Garden, Kalideres.
Dugaan sementara mereka tewas karena kurang asupan nutrisi. Meskipun hal ini agak janggal, mengingat korban diketahui tidak ada bermasalah dengan keuangan.
Pihak kerabat dari keluarga yang tewas tersebut, memberikan keterangan di Polsek Kalideres, Sabtu (12/11/2022).
Menurut kerabat tersebut, hubungan keluarga korban dengan keluarga besar mulai renggang sejak kepindahannya  sekitar 20 tahun silam (Kompas.id, 13/11/2022).
Jadi, bisa disimpulkan bahwa keluarga yang tewas tersebut kurang aktif dalam bersosialisi atau dalam bergaul dengan orang lain.
Pertama, menurut Pak RT keluarga korban jarang berinteraksi dengan tetangga atau dengan warga komplek perumahan.Â
Kedua, dengan kerabatnya pun ternyata hubungannya renggang, seperti yang dituturkan salah seorang kerabatnya di atas.
Tapi, di Jakarta memang tidak aneh bila tidak akrab dengan tetangga. Hanya saja, lazimnya dengan famili atau kerabat tetap berhubungan baik.
Kalaupun tidak bertemu langsung dengan kerabat, saling telponan berbagi kabar menjadi hal yang lumrah.
Hikmah yang dapat dipetik dari kasus di atas adalah betapa pentingnya berinteraksi dengan orang lain, terutama tetangga dan kerabat.
Bagaimana hidup bertetangga yang akrab, perlu menjadi perhatian warga kota besar agar tidak terjadi lagi kaus seperti di atas.
Lihatlah nilai-nilai budaya kita di zaman dulu atau yang sekarang masih dilakukan di desa-desa, yakni saling membantu antar tetangga.
Jadi, prinsip hidup di kota besar yang disebut dengan "lu-lu, gua-gua", jangan lagi diwariskan ke anak cucu.
Prinsip lu-lu, gua-gua itu artinya tidak mau tahu dengan tetangga. Â Bertetangga malah dianggap mengganggu privacy. Prinsipnya, jangan ganggu saya, saya tak akan mengganggu Anda.
Masalahnya, sebetulnya bukan ikut campur ke privacy orang lain, tapi saling membantu itu harus.
Padahal, jika mengacu pada ajaran agama, sangat jelas bahwa membina hubungan baik dengan tetangga itu sangat dianjurkan.
Bahkan, membantu tetangga yang kelaparan lebih mulia dari mengumpulkan uang buat naik haji.
Semoga kita yang tinggal di kota besar yang selama ini abai dengan tetangga, mulai menjalin hubungan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H