Jadi, bisa disimpulkan bahwa keluarga yang tewas tersebut kurang aktif dalam bersosialisi atau dalam bergaul dengan orang lain.
Pertama, menurut Pak RT keluarga korban jarang berinteraksi dengan tetangga atau dengan warga komplek perumahan.Â
Kedua, dengan kerabatnya pun ternyata hubungannya renggang, seperti yang dituturkan salah seorang kerabatnya di atas.
Tapi, di Jakarta memang tidak aneh bila tidak akrab dengan tetangga. Hanya saja, lazimnya dengan famili atau kerabat tetap berhubungan baik.
Kalaupun tidak bertemu langsung dengan kerabat, saling telponan berbagi kabar menjadi hal yang lumrah.
Hikmah yang dapat dipetik dari kasus di atas adalah betapa pentingnya berinteraksi dengan orang lain, terutama tetangga dan kerabat.
Bagaimana hidup bertetangga yang akrab, perlu menjadi perhatian warga kota besar agar tidak terjadi lagi kaus seperti di atas.
Lihatlah nilai-nilai budaya kita di zaman dulu atau yang sekarang masih dilakukan di desa-desa, yakni saling membantu antar tetangga.
Jadi, prinsip hidup di kota besar yang disebut dengan "lu-lu, gua-gua", jangan lagi diwariskan ke anak cucu.
Prinsip lu-lu, gua-gua itu artinya tidak mau tahu dengan tetangga. Â Bertetangga malah dianggap mengganggu privacy. Prinsipnya, jangan ganggu saya, saya tak akan mengganggu Anda.
Masalahnya, sebetulnya bukan ikut campur ke privacy orang lain, tapi saling membantu itu harus.