Memang ini baru bersifat dugaan yang berkaitan dengan rating acara televisi dari lembaga rating Nielsen.
Rating merupakan "kiblat" sebagian besar acara televisi karena rating tinggi identik dengan banyak iklan. Artinya, stasiun televisi akan menuai keuntungan.
Soalnya, rating Nielsen merupakan satu-satunya sistem pemeringkatan acara stasiun televisi dilihat dari jumlah pemirsanya.
Makanya, demi rating, berbagai program diciptakan meskipun terkadang terkesan kurang edukatif, seperti beberapa sinetron yang jalan ceritanya kurang logis.
Siapa bintang yang akan dipakai, seperti apa format acara, semuanya dengan mempertimbangkan rating.
Nah, ketika belum ASO, yang dirating oleh Nielsen hanya terbatas pada stasiun televisi besar yang melakukan siaran analog, meskipun televisi tersebut juga sudah paralel dengan siaran digital.
Namun, televisi pendatang baru yang sepenuhnya melakukan siaran digital, berkemungkinan belum dirating.
Nantinya, dengan ASO, TV-TV pendatang baru tersebut, termasuk TV lokal yang dari awal sudah digital, tentu juga akan dirating.
Dengan demikian, pembagian kue iklan bisa lebih merata, jika pemirsa yang selama ini tidak terjangkau rating sudah terhitung.Â
Akibatnya, bisa jadi akan merugikan stasiun televisi besar yang selama ini jadi penguasa perolehan iklan.
Apakah analisis di atas bisa menjawab pertanyaan, kenapa stasiun TV di bawah bendera MNC Group terkesan "bandel" terhadap program ASO?